Cari

Merdeka dari Penjajahan Ekonomi


 Ekonomi masa baru
Sebelum Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan kaum Muhajirin hijrah ke Madinah, ekonomi masyarakat Madinah berada dalam cengkeraman kaum Yahudi. Mereka menguasai perdagangan antar kota/negara, pertanian, perdagangan pakaian, tenun, perdagangan emas lengkap dengan industri kerajinan dari emas maupun besi. Yang lebih-lebih mencekik penduduk sampai para pemuka masyarakat Madinah adalah industri keuangan mereka saat itu – yaitu peminjaman uang dengan bunga/riba yang sangat tinggi. Sounds familiar isn’t it ?  (GeraiDinar)

Tentu saja kondisi tersebut familiar dengan kita yang hidup dijaman ini, lha wong apa yang terjadi di Madinah pra Hijrah tersebut memang sangat mirip dengan system ekonomi yang kita hadapi saat ini. Bedanya saat itu Yahudi hadir secara fisik di Madinah dan mencengkeram penduduknya dengan kekuatan ekonomi mereka.

Sedangkan kita di negeri ini saat ini, bukan Yahudi fisik yang mencengkeram kita – cukup systemnya saja yang di-adopt di sana-sini – maka itupun cukup untuk menyandra ekonomi kita dalam genggaman ‘system’ mereka. Kemiripan situasai Madinah pra Hijrah tersebut dengan situasi kita saat ini dapat saya sarikan dari penjelasannya Abul A’la Al-Maududi  dalam The Meaning of the Qur’an sebagai berikut :

Secara ekonomi orang Yahudi jauh lebih kuat dari orang-orang Arab (Madinah pra Hijrah). Mereka datang dari negeri yang lebih maju dari sisi budaya seperti Palestina dan Syria, mereka mengetahui banyak ketrampilan yang saat itu belum dikuasai oleh penduduk Madinah.

Mereka menguasai perdagangan dengan dunia luar, mereka bisa mendatangkan  biji-bijian ke Yathrib dan Hijaz , juga mengekspor kurma kering ke negeri-negeri lainnya.

Peternakan unggas dan perikanan juga mereka kuasai, demikian pula dengan per-tenun-an. Mereka menguasai perdagangan emas serta kerajinannya, juga kerajinan besi.

Dari semua ini ini Yahudi memperoleh keuntungan yang sangat tinggi, namun lebih dari itu – pekerjaan utama merekalah yang paling menjerat masyarakat Arab Madinah dan sekitarnya. Pekerjaan utama mereka ini adalah meminjamkan uang dengan bunga yang sangat tinggi.

Para kepala suku dan tetua Arab-pun hidup dalam kemegahan – dengan uang pinjaman Yahudi yang penuh dengan bunga berbunga - yang tentu saja menjadi sangat sulit diselesaikan.”

Kondisi ini masih berlangsung sampai beberapa saat pasca Hijrahnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan kaum Muhajirin ke Madinah. Puncaknya ada dua kejadian yang kemudian menjadi titik balik penguasaan Ekonomi di Madinah.

Kejadian pertama adalah pasca perang Badr ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengunjungi pasar terbesar di Madinah saat itu yaitu pasarnya Bani Qainuqa’; Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diejek mereka dengan ucapan mereka : “ Wahai Muhammad, jangan tertipu dengan kemenanganmu, karena itu (perang Badar) lawan orang yang tidak berengalaman dalam perang, maka kamu bisa unggul karenanya. Tetapi demi Tuhan, bila kami berperang dengan engkau maka engkau akan tahu bahwa kamilah yang perlu engkau takuti”. (Dikutip dari Buku Muhammad, karya Abu Bakr Siraj al-Din).

Kejadian  kedua adalah ketika seorang wanita Muslimah dilecehkan di pasar Bani Qainuqa’ yang sama. Akibatnya terjadi perkelahian yang hebat antara Yahudi dan  Muslim yang membantu wanita tersebut. Kejadian inilah yang berujung pada pengusiran Bani Qainuqa’ dari Madinah.

Kedzaliman ekonomi di pasar yang dikuasai oleh  (system) Yahudi yang juga berujung pada pelecehan harga diri kaum muslimin seperti in tentu tidak bisa dibiarkan berlama-lama, maka waktunyalah kaum muslimin juga berjaya di pasar. Tetapi bagaimana caranya ?

Cara terbaiknya tentu juga mengikuti persis yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan para sahabatnya dari kaum Muhajirin maupun Anshar. Bagaimana dibawah kepemimpinan dan tauladan dari beliau, posisi kaum Muslimin bisa berbalik 180 derajat. Dari orang Arab yang semula lemah dan terbelenggu ekonomi dhalim dan ribawinya Yahudi, menjadi orang-orang yang perkasa bukan hanya di medan perang tetapi juga di lapangan ekonomi.

Minimal ada dua hal yang sangat relevan untuk kita contoh di jaman ini yang insyaAllah juga akan mengunggulkan umat ini di lapangan ekonomi pasar jaman ini.

Yang pertama adalah menyadarkan umat ini bahwa alasan kita diciptakan oleh Allah hanyalah agar kita mengabdi kepadaNya semata. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS 51:56).

Karena kita diciptakanNya hanya untuk beribadah kepadaNya semata, maka seluruh aspek kehidupan kita adalah dalam konteks ibadah. Dari sinilah kemudian muncul konsep bekerja juga merupakan ibadah, konsep ini pula yang kemudian membangun etos kerja yang kuat bagi para Sahabat beliau baik kaum Muhajirin maupun Anshar.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terus mendorong etos kerja para sahabatnya seperti sabda beliau: “Tidak ada seorang yang memakan suatu makananpun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya sendiri. Dan sesungguhnya nabi Allah Daud Alaihi Salam memakan makanan dari hasil usahanya sendiri” (Shahih Bukhari)

Kemudian juga hadits : “ Tidaklah seorang muslimpun yang bercocok tanaman atau menanam suatu tanaman lalu tanaman itu dimakan burung atau manusia atau hewan melainkan itu menjadi shadaqah baginya”. ( Shahih Bukhari)

Ini semua menjadi pemicu kerja keras muslim yang kemudian menguasai segala bidang keahlian yang dibutuhkan untuk membangun kekuatan ekonomi – tanpa terperdaya oleh kepentingan jangka pendek duniawi semata.

Hal yang kedua adalah contoh nyata yang diberikan langsung oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh umatnya. Kedhaliman dan kesombongan yang berpusat di pasar yang dikuasai oleh Yahudi dalam contoh tersebut di atas misalnya, mendorong Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk survey langsung kondisi pasar-pasar pada umumnya dan langsung pula memberikan solusinya.

Diceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pergi ke pasar Nabaith kemudian beliau melihatnya dan bersabda : “Bukan seperti ini pasar kalian”. Kemudian beliau pergi ke pasar lain lagi dan melihatnya, beliaupun bersabda : “Bukan seperti ini pasar kalian”. Kemudian beliau kembali lagi ke pasar, beliau berputar mengelilinginya dan bersabda : “Ini adalah pasar kalian, jangan dipersempit dan jangan dibebani””. (Sunan Ibnu Majah, hadits no 2224).

Ada setidaknya tiga hal utama yang menjadi pembeda antara pasar Yahudi dengan pasar kaum muslimin, pertama  pasar kaum muslimin tidak dipersempit (falaa yuntaqashanna), kedua tidak dibebani dengan berbagi pungutan ( wa laa yudhrabanna)  dan ketiga adalah adanya pengawas pasar yang disebut Muhtasib atau lembaganya disebut Al-Hisbah. Tiga hal inilah yang kemudian selain menjadi pembeda juga menjadi motor penggerak kemajuan ekonomi umat Islam saat itu.

Pasar yang tidak dipersempit maksudnya adalah pasar yang tidak dikurangi luasnya dengan berbagai bangunan yang menjadi hak orang-orang tertentu saja, umat yang kaya maupun yang miskin harus mempunyai kesempatan yang sama untuk bisa berdagang di pasar. Tidak boleh menghalangi orang yang akan masuk kepasar, tidak boleh pula mendorong orang keluar dari pasar.

Pasar yang tidak dibebani adalah agar tidak ada beban pajak ataupun pungutan-pungutan lain yang memberatkan para pedagang. Agar para pedagang lebih banyak bisa memutar hartanya, yang kemudian juga berarti memutar ekonomi secara luas. Meningkatkan kemakmuran bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga masyarakat luas melalui ekonomi yang berhasil diputarnya.

Sedangkan fungsi Al-Hisbah adalah untuk menjaga agar syariat jual beli ditaati oleh seluruh pelaku pasar sehingga keteraturan dan keadilan terjadi di pasar. Begitu pentingnya peran pengawasan pasar ini sehingga di awal-awal perkembangan masyarakat Islam di Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri yang terjun langsung sebagi Muhtasib mengawasi pasar. Baru belakangan tugas ini diteruskan oleh Umar bin Khattab (yang mulai mengawasi pasar bahkan ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam masih hidup) dan kemudian diikuti oleh khalifah-khalifah sesudahnya.

Pertanyaan berikutnya adalah, lantas hal konkrit apa yang bener-bener bisa kita lakukan di jaman ini untuk bisa mengembalikan kejayaan umat ini – seperti umat Islam di Madinah pasca Hijrahnya Nabi dan kaum Muhajirin kesana ?

Dahulu orang-orang Arab Madinah pra hijrahnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, terpuruk dan terbelenggu ekonominya oleh penguasaan pasar dan praktek ribawinya Yahudi. Kemudian dibebaskan dan diunggulkan dengan tauhid yang sempurna, bahkan sampai bekerja-pun dalam konteks ibadah.  Juga dilengkapi dengan contoh amal nyata yang dibutuhkan sesuai jamannya – yaitu antara lain penyiapan pasar bagi kaum muslimin yang menjadi akses kemakmuran bagi umat yang luas.

Maka saat inipun tetap relevan bagi umat yang hidup di jaman ini untuk mencontoh langsung solusi yang diberikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut di atas.

Kita perlu menanamkan makna yang lebih tinggi dalam seluruh aktivitas kita sehari-hari, termasuk ketika kita bekerja, bertani maupun berdagang. Bahwa ini semua adalah semata hanya dalam konteks beribadah kepadaNya.

Ibadah inipun kemudian perlu dilengkapi dengan amal nyata yang menjadi solusi jaman ini. Bila prakteknya pasar yang ada kini tidak satupun yang memenuhi syarat falaa yuntaqashanna walaa yudrabanna, sedangkan pasar yang seperti ini sangat dibutuhkan agar umat ini bisa memenuhi kebutuhannya secara adil, tidak terdholimi dan terlecehkan oleh (system) Yahudi atau sejenisnya – maka sesuatu yang dibutuhkan umat ini menjadi fardhu kifayah bagi pemimpin negeri ini atau orang yang mampu untuk menyediakannya.

Kami sudah pernah mencoba menghadirkan pasar yang memenuhi kriteria falaa yuntaqashanna, dalam bentuk pasar fisik Bazaar Madinah di Depok. Kendalanya adalah sangat sulit mencontoh pasar Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut di atas karena dari sisi ukuran saja, pasar Nabi yang luasnya sekitar 5 ha (500 m x 100 m) – agar bisa menampung semua orang yang perlu datang ke pasar – perlu kekuatan besar untuk pengadaannya.

Di tempat-tempat strategis di sekitar Jabodetabek, dibutuhkan dana yang luar biasa besar untuk menghadirkan pasar fisik yang bisa menampung semua orang tersebut. Bila di Jaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam saja dibutuhkan 5 ha pasar, bisa dibayangkan berapa luasan pasar yang kita butuhkan sekarang agar semua orang punya akses pasar yang sama ?.

Di pasar fisik jaman ini, kriteria walaa yudrabanna juga ternyata tidak mudah diterapkan. Dana untuk sekedar mengelola kebersihan dan keamanan-pun ternyata perlu ijtihad tersendiri.

Walhasil exercise pertama kami untuk menghadirkan pasar fisik yang memenuhi kriteria falaa yuntaqashanna walaa yudrabanna tidak begitu berhasil, rencana copy paste-nya ke daerah-daerah lain lebih terkendala lagi implementasinya karena kembali terbentur dua hal tersebut di atas yaitu modal awal untuk pengadaan lahan dan biaya pengoperasiannya.

Namun Subhanallah kebenaran Islam itu terbukti untuk sepanjang jaman. Di jaman modern dengan harga tanah selangit seperti sekarang ini, ternyata pasar fisik yang memenuhi kriteria  falaa yuntaqashanna walaa yudrabanna sepenuhnya-pun dapat diwujudkan dengan bantuan teknologi, dan tidak perlu membutuhkan dana yang terlalu besar. Asal mau saja, setiap muslim bisa terlibat dalam pengadaaan pasar bagi umat ini.

Pasar atau tempat bertemunya penjual dan (calon) pembeli bisa dibantu dengan teknologi, untuk kemudian mereka bertemu dan bertransaksi secara fisik di tempat atau lokasi yang disepakati bersama. Bisa pembeli datang ke penjual atau sebaliknya.

Konsep inilah yang kemudian telah kami konkritkan menjadi project Location Based Marketplace yang kami sebut lastfeet.com dan sudah mulai kami perkenalkan kepada para pembaca melalui tulisan kami kemarin (04/11/13). Dalam momentum tahun baru Hijriyah 1 Muharram 1435 ini, selain introduksi dalam tulisan kemarin, tulisan ini hari ini, insyaAllah masih akan ada serangkain tulisan lain yang akan memperjelas dan membumikan konsep Hijrah Ekonomi itu.

Untuk mengunggulkan umat ini, contoh konkrit solusinya begitu jelas datang dari Uswatun Hasanah kita. Prinsip dasar solusinya tetap sama yaitu aqidah yang kemudian antara lain melahirkan amal shaleh yang sesuai dengan kebutuhan jamannya. Tools-nya saja yang bisa berbeda sesuai jamannya, bila dahulu pasar fisik itu ya bener-bener fisik dari ujung ke ujung. Kini pasar fisik itu bisa tetap fisik transaksinya sehingga seluruh syariat jual beli bisa dilaksanakan secara sempurna seperti adanya khiyar-nya dlsb., namun pertemuannya antara penjual dan pembeli bisa saja difasilitasi atau diperkenalkan melalui teknologi.

Lantas siapa yang menjadi Muhtasib dan mengawasi perdagangan modern seperti dalam Lastfeet ini ? Di negeri ini memang sudah banyak yang mengawasi pasar berupa departemen, institusi maupun dinas-dinas di pemerintahan daerah. Namun tidak ada yang mengawasinya terkait dengan ketaatan terhadap syariat. Riba misalnya jelas-jelas melanggar syariat, tetapi tidak ada satupun institusi pengawas  pasar negeri ini yang menindak pelaku riba.

Maka pengelola lastfeet.com akan berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menjaga – agar tidak ada pelanggaran syariat di dalam transaksi yang difasilitasi oleh Lastfeet ini. Didalam ketentuan layanannya misalnya ada pasal yang berbunyi : “Para pengguna situs ini langsung maupun tidak langsung DILARANG KERAS untuk memanfaatkan system yang ada di Lastfeet.com untuk kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum, melanggar ketata-susilaan, norma agama, adat –istiadat, berbuat kecurangan, menipu,  menjual produk yang terlarang baik oleh hukum positif ataupun oleh Agama maupun kegiatan lain yang melanggar kepentingan orang lain. Pengelola Lastfeet.comsepenuhnya berhak menghentikan layanan apabila disinyalir pengguna mengggunakan untuk kegiatan yang DILARANG tersebut. Penghentian layanan ini tidak memerlukan pembuktian tertentu, namun pengguna yang merasa dirugikan dapat meminta untuk diaktifkan kembali layananannya apabila dia berhasil membuktikan sebaliknya bahwa kegiatannya tidak termasuk yang DILARANG”.

Jadi dengan bantuan teknologi seperti yang antara lain sudah kami siapkan di  lastfeet.com  ini Andapun insyaAllah bisa menghadirkan Pasar Madinah itu di lingkungan Anda masing-masing. Anda bisa menjadi stilumalator kebangkitan ekonomi umat dalam upaya membebaskan umat dari kedhaliman, ketidak adilan pasar dan dari lilitan ekonomi kapitalisme ribawi – yang telah membelenggu umat-umat di dunia hampir seabad terakhir ini.

Kondisi yang dihadapi umat ini saat ini hanya bisa diperbaiki dengan cara sebagaimana umat ini dahulu diperbaiki. Maka bila masyarakat Madinah bisa diperbaiki dari keterpurukan menjadi masyarakat pemenang dan masyarakat pembebas dunia pasca terjadinya Hijrah, dengan fondasi tauhid yang sama dan amal Islami yang mencontoh petunjuk yang sama – mestinya umat di jaman inipun bisa diunggulkan kembali. InsyaAllah.


Meraih Masa Depan Gemilang


 Merencanakan masa depanManusia selalu ingin tahu tentang masa depan karena dengan mengetahuinya lebih dahulu dari orang lain, dia akan memiliki keunggulan tersendiri. Dalam dunia militer, para ahli yakin bahwa Nazi Jerman pada PD II sempat berusaha menciptakan mesin waktu untuk memenangi perang melawan sekutu. Dalam dunia ekonomi kita mengenal ada Alvin Toffler, John Naisbitt dlsb. yang sampai disebut futurist atau ahli masa depan.  Tetapi sesungguhnya umat inilah yang lebih layak untuk memiliki keunggulan masa depan atau future edge itu karena kita lah yang diberi sarananya. (Gerai Dinar)

Terlepas dari klaim beberapa ahli sejarah bahwa konon Nazi benar-benar berhasil menciptakan mesin waktu untuk ‘mencuri informasi’ dari masa depan, keyakinan kita mengatakan hal ini tidak mungkin karena ada ayat : “Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS 31:34)

Namun bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa – ilmu tentang masa depan itu sangat dimungkinkan untuk dikuasainya. Bukan karena dia melakukan perjalanan lintas waktu, tetapi karena dia membaca petunjuk-petunjukNya. Petunjuk-petunjuk tersebut selalu berlaku sejak dahulu, sekarang maupun nanti hingga akhir jaman.

Bahwa kita bisa tahu tentang kejadian-kejadian masa depan – itu sebatas yang diberitahukan oleh Allah melalui Al-Qur’an atau hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah Sholallahu ‘ Alaihi Wasallam. Bahkan para malaikat-pun hanya tahu sebatas yang diajarkan oleh Allah “ Laa ‘Ilma Lanaa Illaa Maa ‘Allamtanaa – tidak ada ilmu bagi kami kecuali yang telah Engkau ajarkan kepada kami” (QS 2:32).

Melalui petunjukNyalah misalnya kita tahu strategi perangnya Yahudi – yang hanya berani berperang dari balik tembok ( QS 59 : 14). Meskipun ayat ini bercerita tentang peristiwa pengusiran Yahudi di jaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kita juga bisa melihat kebenaran ayat ini di zaman ini dengan apa yang terjadi di tanah Palestina - dimana zionis Yahudi membangun tembok-tembok setinggi 8 meter dan bila telah selesai tembok ini nantinya akan membentang sejauh 700 km !

Kita juga diberi tahu oleh Allah perilaku mereka yang merusak tanaman dan keturunan (QS 2 : 205), dan kini kita menyaksikan betapa dasyatnya kerusakan yang diberbuat oleh (system) mereka terhadap benih-benih tanaman dan juga ternak. Benih yang seharusnya bisa ditanam kembali untuk mencukupi kebutuhan pangan manusia sedunia, dijadikan oleh mereka mandul sehingga setiap petani yang mau menanam harus membeli benih baru dari mereka.

Di bidang keuangan kita diberi tahu oleh Allah tentang kelicikan mereka dalam menghalalkan harta orang-orang umi ( orang lain diluar kelompok mereka) untuk diambil secara dhalim ( QS 3:75), dan juga kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh system riba mereka (QS 2:275-279). Kita bisa menyaksikan realitanya di masyarakat modern jaman ini, betapa mereka diperbudak oleh cekikan riba -  kerja keras siang malam hanya untuk membayari bunga riba.

Dan petunjuk-petunjukNya untuk masa lalu, masa kini sampai masa depan itu juga berlaku pada seluruh bidang-bidang kehidupan lainnya. Bidang kedokteran/kesehatan, bidang teknologi, sosial, politik dlsb.

Namun perlu diingat bahwa informasi dari dunia masa depan sekalipun, hanya akan menjadikan keunggulan nyata bagi kita – bila kita tahu cara menggunakan atau memanfaatkan informasi tersebut. Itulah sebabnya di rangkaian ayat-ayat berikut – umat ini akan ditinggikan hanya bila kita bener-bener beriman dan menggunakan Al-Qur’an sebagai huda ( petunjuk) dan mauidhah (pelajaran).

(Al Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS 3:138-139)

Bila para pelaku ekonomi dunia baik dari kalangan swasta maupun pemerintah bersedia membayar sangat mahal untuk keahlian orang-orang seperti Alvin Toffler, John Naisbitt dan sejenisnya – untuk sekedar mendapatkan ‘dugaan’ tentang masa depan, umat ini bisa memperolehnya secara gratis dan bukan sekedar dugaan – tetapi informasi yang sesungguhnya tentang masa depan itu.

Maka dibandingkan dengan umat-umat lain, sesungguhnya keunggulan kompetitif tentang ilmu masa depan itu ada pada umat ini. Kita diberi ilmu tentang bagaimana memenangkan perang hingga amat detil, kita diberi ilmu tentang kelemahan musuh juga amal detil, kita diberi ilmu tentang system ekonomi yang dihancurkan dan yang disuburkan, ilmu memakmurkan bumi dari A sampai Z-nya, ilmu untuk mengobati seluruh penyakit, dan segala macam informasi dan ilmu yang dibutuhkan untuk keselamatan dan kesejahteraan umat manusia selagi hidup di dunia bahkan juga sesudahnya.

Maka dengan keunggulan dalam ilmu masa depan – future edge  - yang dimiliki oleh (sebagian) umat ini, saya membayangkan kedepannya konsultan-konsultan bisnis terbaik itu bukan lulusan Harvard Business School – tetapi bisa dari mana saja asal dia bisa memahami Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih sampai pada tingkat aplikasinya di masa kini maupun masa yang akan datang.

Pusat-pusat kajian implementasi Al-Qur’an yang kami mulai di Jonggol dan yang di Sentul ( insyaAllah mulai digunakan bulan ini), insyaAllah bisa menjadi model bagaimana Al-Qur’an itu bisa bener-bener menjawab seluruh persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dunia di jaman ini dan nanti ( QS 16:89). InsyaAllah !.
 Berikutnya ttg syariah



Teknik Sukses Berbisnis dengan Strategi Perang

halal
Saat ini umat Islam sedang mengalami kekalahan di berbagai bidang kehidupan. Di dunia politik dalam negeri, umat Islam yang mayoritas hanya menjadi angka yang diperebutkan. Pihak manapun yang menang, Islam yang kalah. Pemenang perebutan kekuasaan di negeri ini – hingga kini – belum ada yang terbukti memperjuangkan Islam. (GeraiDinar).

Di dunia ekonomi, umat Islam yang mayoritas hanya sebagai target pasar – belum menjadi pemain dari pasar itu sendiri. Segala urusan kebutuhannya dikuasai oleh orang-orang di luar Islam sehingga tidak jarang mereka mengabaikan kepentingan umat ini.

Riba yang diperangi Allah dan RasulNya-pun bahkan menjadi kewajiban di negeri ini, umat yang mayoritas ini dipaksa mengikuti program-program ribawi melalui BPJS dan JKN yang menjadi wajib bagi seluruh pegawai sejak awal tahun ini – dan bahkan akan menjadi wajib bagi seluruh warga negara mulai Januari 2019 nanti.

Demikian pula dalam bidang-bidang kehidupan seperti urusan obat-obatan, pendidikan, budaya dlsb. umat mayoritas ini seolah tidak berdaya memperjuangkan kepentingannya, ya antara lain karena tidak adanya keberpihakan dari pemerintah yang dahulunya juga rame-rame dipilih oleh umat ini sendiri.

Maka dalam perbagai bidang kehidupan, baik di bidang ekonomi dan bisnis, sosial, pendidikan, kesehatan dlsb. perjuangan kepentingan umat ini harus dibawa ke tingkat berikutnya yaitu niat yang lebih lurus, kerja yang lebih ikhlas, barisan yang lebih rapi, daya juang yang lebih gigih, kesabaran yang tidak ada batasnya, dlsb-dlsb. yang semuanya bisa kita pelajari dari dunia peperangan.

Tetapi berbeda dari peperangan yang dilakukan oleh jendral Sun Tzu ataupun peperangan yang dilakukan negeri-negeri barat pada umumnya, perang-perang yang bisa kita jadikan pelajaran adalah perbagai peperangan yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beserta pasukannya – yang diabadikan dengan komplit dan detil di Al-Qur’an.

Untuk memberikan gambaran awal betapa luasnya pelajaran yang bisa kita ambil dari peperangan-peperangan tersebut, saya ingin membukanya dengan ayat pertama dalam surat Al-Anfal berikut :

clip_image001

Ayat pertama Surat Al-Anfal yang mengisahkan tentang perang Badar ini dibuka dengan kalimat “Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang.” lalu dilanjutkan  “Katakanlah: "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman"”.

Setelah ayat pertama ini sampai dengan empat puluh ayat berikutnya, Allah bercerita dengan detil tentang perang Badar yang berujung pada kemenangan kaum muslimin. Dari kemenangan inilah kemudian kaum muslimin mendapatkan pembagian atas harta rampasan perang – yang dalam ayat 41 ini disebut ghanimah.

Penyebutan “ghanimah” di ayat ini berbeda dengan penyebutannya di ayat pertama yaitu “anfal”. Penggunaan kata “anfal” menekankan bahwa harta rampasan perang itu lebih merupakan karunia dari Allah, bukan karena keberhasilan pasukan dalam memenangkan perang – perang itu sendiri hanya Allah yang menentukan kemenangannya.

Karena merupakan karunia dari Allah, tidak pantas siapapun mempertanyakannya ataupun memperdebatkannya apalagi ketika mereka belum mulai bekerja melaksanakan kewajibannya.  Nanti setelah mereka menunjukkan ketaatan kepada Allah dan RasulNya, pasti Allah akan memberikan balasanNya. Termasuk balasan yang dekat, yaitu berupa balasan di dunia berupa ghanimah ini.
clip_image002

Maka meskipun di ayat 1 disebutkan bahwa anfal atau harta rampasan perang itu untuk Allah dan RasulNya, di ayat 41-nya dijelaskan bahwa ghanimah yang juga berarti rampasan perang itu ternyata hanya 1/5-nya yang untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil . Sedangkan  mayoritasnya (4/5 bagian) untuk seluruh pasukan yang ikut berperang.

Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS 8:41).

Dari penggunaan kata (anfal dan ghanimah) , jarak penempatan (ayat 1 dan ayat 41) serta kata-kata dalam kalimat yang digunakan di dua ayat tersebut saja sudah begitu banyak pelajaran yang bisa kita petik.

Antara lain bahwa  dalam setiap pekerjaan besar apapun yang kita lakukan, baik itu kerja sosial maupun  kerja komersial – kita membutuhkan team yang bener-bener mau bekerja dulu  dengan tulus – bukan team yang dari awal sudah menuntut bagiannya masing-masing. Team yang dengan rela mau melaksanakan kewajiban dahulu sebelum menuntut hak.

Kita juga melihat begitu banyak contoh kegagalan apabila yang terjadi adalah sebaliknya. Perang Uhud yang terjadi hanya selang 1 tahun setelah perang Badar, pasukan Islam kalah. Penyebabnya tidak lain adalah karena ada sebagian pasukan yang meninggalkan kewajibannya – sebelum tuntas – sudah keburu mengejar hak ghanimah-nya.

Dengan mudah kita dapat melihat contoh yang sama di negeri ini, umat Islam tidak kunjung meraih kemenangan dalam bidang-bidang kehidupan karena keburu menuntuk hak sebelum melaksanakan kewajiban. Dalam dunia politik misalnya, kepada kita dipertontonkan betapa para politikus berebut kursi dan jabatan dengan begitu gigihnya – padahal belum jelas kemampuan mereka dalam mengemban kewajibannya kelak bila bener-bener diberi kesempatan.

Bila diaplikasikan penekanan pelaksanaan kewajiban sebelum menuntut hak ini dalam dunia usaha bisa menghadirkan peluang keunggulan tersendiri, yaitu manakala para produsen berusaha membuat produk atau layanan sebaik mungkin yang dibutuhkan oleh konsumennya, nanti ketika konsumen bener-bener sudah merasakan keunggulan produk atau layanan tersebut – pastilah mereka bersedia membayar lebih untuk itu.

Maka seperti inilah di Al-Qur’an kita bisa mengambil pelajaran dari setiap langkah-langkah yang menghadirkan kemenangan, maupun langkah-langkah yang menyebabkan kekalahan – di medan apapun peperangan kita. InsyaAllah.
image


















Cara meningkatkan kecerdasan di atas rata rata

Sebuah studi terhadap IQ rata-rata dari 113 negara yang dilakukan oleh Richard Lynn dan Tatu Vanhanen beberapa tahun lalu menempatkan rata-rata IQ kita pada urutan ke 20, sementara itu Singapore, Korea Selatan dan Jepang masing-masing di urutan 1,2 dan 3. Pada urutan ke 20 ini IQ kita berada pada angka 88, yaitu masih berada pada range rata-rata normal antara 85 – 115. Bisakah angka IQ rata-rata ini ditingkatkan secara massal ? InsyaAllah bisa ! (GeraiDinar)

halal net

Bahwasanya ada beberapa negara yang ber-IQ rata-rata di atas 100 dan sebagian besarnya dibawah 100, pasti ada sesuatu yang mempengaruhi secara massal sehingga membentuk pola tertentu. Salah satu yang menyebabkan perbedaan IQ tersebut adalah pola makan, karena pola makan bisa diperbaiki – maka IQ rata-rata-pun insyaAllah bisa diperbaiki.


Meskipun besaran masa otak kita itu hanya mewakili sekitar 2 % dari tubuh kita, konsumsi energinya mencapai 20-25 % dari konsumsi energi total tubuh kita. Karena 60 % isi otak kita adalah lemak, maka ‘makanan’ otak kitapun mayoritasnya dari lemak ini.


Dari sinilah makanya kita harus hati-hati dalam mem-blame makanan tertentu sebagai sumber penyakit dlsb. Sejak beberapa tahun lalu misalnya Departemen kesehatan RI dalam Gerakan Nasional Sadar Gizi 2011-2014 mengajak masyarakat untuk mengurangi konsumsi lemak, lha terus penggantinya apa ?


Tanpa harus diajak mengurangi konsumsi lemak, rakyat menengah kebawah yang mewakili lebih dari 50% penduduk negeri ini memang akan cenderung mengurangi konsumsi lemak ini – karena mahal ! Sementara kelompok menengah atas perlu alternative, kalau ada yang dikurangi – apa yang perlu ditambah ?


Secara umum lemak terbagi tiga yaitu lemak tidak jenuh tunggal (mono unsaturated), tidak jenuh ganda (poly unsaturated) dan lemak jenuh (saturated). Konsumsi lemak tidak jenuh tunggal meningkatkan produksi neurotransmitter yang disebut acetylcholine.


Neurotransmitter adalah senyawa kimia dalam otak yang berfungsi menjalin komunikasi antara otak kita dengan bagian otak yang lain dan antara otak kita dengan seluruh bagian tubuh kita lainnya. Secara khusus neurotransmitter Acetylcholinemeningkatkan kerja otak atau daya pikir dan meningkatkan memory.


Jadi kita butuh lemak tidak jenuh tunggal (MUFA – Mono Unsaturated Fatty Acid) untuk meningkatkan daya pikir dan memori kita atau secara umum kita sebut kecerdasan, tetapi dari mana MUFA ini diperoleh ? pasti bukan kebetulan kalau kandungan MUFA tertinggi ini ada pada minyak nabati khusus yaitu minyak zaitun !


Dari sini kita bisa memahami sekarang, mengapa ulama-ulama dahulu rata-rata memiliki kecerdasan yang sangat tinggi – bisa dilihat dari karya-karya mereka, dan mereka juga memiliki kemampuan hafalan yang luar biasa. Hafal Al-Qur’an adalah standar mereka, dan bahkan lebih dari itu rata-rata mereka bisa hafal puluhan ribu hadis ! Berapa banyak hafalan kita sekarang ?


Ketaatan yang satu menghasilkan ketaatan berikutnya, begitu pula sebaliknya kemungkaran yang satu mengahasikan kemungkaran berikutnya. Ketika para rasulpun diperintahkan untuk makan-makanan yang murni/baik, sebelum diperintahkan untuk mengemban tugas amal shaleh (QS 23:51) – pasti ada hikmah besar didalam makanan yang thoyyibaat ini.


Makanan yang thoyyibaat, apalagi yang keberkahannya disebutkan langsung didalam Al-Qur’an seperti pada zaitun tersebut di atas – baru akhir-akhir ini saja para ilmuwan menemukan sebagian dari bentuk keberkahannya itu – yaitu pada dampaknya terhadap kecerdasan dan memory.


Masalahnya adalah minyak zaitun ini sangat mahal dibandingkan dengan rata-rata minyak goreng kita, lantas apa solusinya ?


Dalam jangka panjang kita harus berusaha keras untuk bisa memproduksinya sendiri. Cara membibit dan menanam zaitun bahkan sudah bisa dipelajari secara gratis di video yang kami publikasikan di youtube atau datang langsung ke Jonggol Farm – yang insyaAllah akan menjadi salah satu kebun zaitun pertama di Indonesia.


Dalam jangka pendek mestinya pemerintah yang bisa berbuat, untuk ini pemerintah dapat belajar dari apa yang dilakukan negeri jiran kita Singapore. Sejak tahun lalu pemerintah Singapore melalui Health Promotion Board (HPB)-nya mengkampanyekan penggunaan minyak goreng yang lebih sehat.


Bahkan lebih dari sekedar mengkampanyekan, mereka juga mensubsidi para pedagang besar minyak goreng agar mau menjual minyak goreng oplosan antara minyak sawit dan minyak canola. Minyak sawit yang memiliki lemak jenuh sampai 50 % dianggap kurang sehat oleh mereka, setelah dioplos dengan minyak canola – lemak jenuhnya turun tinggal 38 %.


Meskipun ber-IQ rata-rata 108 atau tertinggi di dunia, nampaknya Singapore belum memahami keberkahan zaitun dalam meningkatkan kecerdasan dan memory. Maka inilah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah Indonesia.


Kalau saja pemerintah RI mau memberikan subsidi minyak zaitun untuk seluruh anak-anak negeri ini minimal sampai tingkat SMA, maka insyaAllah secara bertahap kecerdasan rata-rata kita akan naik – begitu pula dengan kesehatannya. Agar subsidi ini tidak disalah gunakan atau salah sasaran, minyak zaitun bisa dibagikan secara gratis ke sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta dari tingkat playgroup sampai perguruan SMA.


Bayangkan dampaknya bila minimal anak-anak kita di generasi mendatang mengkonsumsi 1-2 sendok minyak zaitun setiap hari untuk jangka waktu minimal 12 tahun (sampai SMA) ! Dengan ini insyaAllah generasi mendatang akan jauh lebih sehat dan lebih cerdas dari generasi kita sekarang.


Bangsa ini akan menjadi bangsa unggul, bila seluruh aspek kehidupannya – sampai pada urusan makanan-pun mengikuti petunjukNya langsung. Inilah antara lain makna dua ayat berikut : (Al Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS 3:138-139)