Bila ada satu cabang fiqih yang terlewatkan oleh umat jaman ini,
yang oleh karenanya kita terpuruk dalam banyak bidang – maka bisa jadi itu
adalah fiqih wasilah. Bahwa perkara yang wajib tidak bisa terlaksana secara
sempurna tanpa adanya suatu hal, maka mengadakan hal tersebut menjadi wajib
pula hukumnya. Tengok sekarang kewajiban-kewajiban di sekitar kita yang belum
terlaksana dengan baik seperti memberi makan bagi 19.4 juta penduduk negeri ini
yang masih kelaparan menurut laporan FAO terakhir, pengelolaan kebutuhan dasar
seperti kesehatan yang masih mengandung riba yang diwajibkan , masalah
TKW dan berbagai contoh kasus-kasus lainnya. Bagaimana masalah-masalah ini
diselesaikan dengan fiqih wasilah ? (Geraidinar)
Tiga contoh kasus yang saya ungkapkan di atas
yaitu kelaparan, riba dan ternodanya kehormatan adalah contoh sejumlah hal yang
wajib kita atasi dan wajib kita peduli. Iman kita tidak sempurna ketika kita
tidur nyenyak sementara ada tetangga kita yang lapar, riba malah mengeluarkan
kita dari iman dan seterusnya.
Tetangga dalam Islam adalah 40 rumah ke kanan
- ke kiri - ke depan dan ke belakang atau totalnya sekitar 160 rumah di sekitar
kita. Dengan data FAO terakhir 19.4 juta orang di negeri ini yang masih tidur
dalam kondisi lapar, artinya ada sekitar 1 orang lapar di setiap 13 orang di
negeri ini – jadi secara rata-rata ada sekitar 12 rumah yang masih kelaparan
dari setiap 160 rumah yang masuk dalam definisi tetangga kita tersebut.
Bagaimana kita bisa tidur nyenyak karenanya ?
Riba yang kita lanjutkan membuat kita
seperti lelaki kusut yang habis
menempuh perjalanan jauh, ketika berdo’a Ya Rabb- Ya Rabb – do’anya tidak
terkabulkan karena pakaian dan makanannya bercampur riba. Bagaimana kita bisa
menerima riba yang terus berkelanjutan ?
Dahulu di jaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam ketika ada kehormatan seorang wanita muslimah diganggu Yahudi dari
kaum Bani Qainuqa’, inipun cukup bagi Rasullullah untuk mengirim
pasukannya. Sekarang apa yang kita kirimkan ketika sekian banyak
wanita-wanita kita yang kehormatannya terganggu ketika bekerja di negeri yang
jauh ?, bahkan sebagian mereka yang bekerja di negeri non-muslim menutup
aurat-pun tidak dibolehkan.
Apa yang kita kirimkan untuk melindungi para
wanita kita tersebut ? alih-alih kita mengirim pasukan, kita malah masih terus
mengirimkan lebih banyak lagi wanita-wanita kita ke negeri-negeri yang sudah
terbukti dengan begitu banyak kasus melecehkan wanita kita. Kita baru punya
wacana untuk menghentikannya, entah tahun kapan !
Lihat sekarang tiga contoh kasus tersebut ?
Sekarang wasilah atau jalan apa yang bisa kita tempuh untuk mengatasinya ?
memberi makan bagi yang masih lapar, memberi solusi masalah kesehatan dlsb yang
bebas riba, dan juga menjaga kehormatan umat ini secara umum dan khususnya
wanita-wanita kita. Apapun solusi untuk itu , itulah wasilah yang menjadi wajib
bagi kita untuk mengadakannya.
Saya melihat salah satunya adalah hal yang
dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam langsung, yang bisa
mengatasi tiga hal tersebut sekaligus. Apa itu ? yaitu membuat pasar bagi kaum
muslimin yang dibatasi dengan dua hal saja yaitu falaa yuntaqasanna wa
laa yudrabanna – jangan dipersempit agar semua orang bisa berjualan,
jangan dibebani dengan biaya-biaya agar tidak ada entry barrier bagi
yang tidak berpunya untuk mulai bisa berjualan.
Mengapa pasar menjadi sangat penting untuk
gerakan memberi makan bagi yang lapar ini ? Selain perdagangan
adalah 9 dari 10 pintu rezeki, semua gerakan ekonomi itu lokomotifnya ada di
pasar. Bila tidak ada pasar yang bisa diakses, maka unit-unit kegiatan ekonomi
itu adalah seperti gerbong-gerbong kereta yang tidak bisa berjalan karena tidak
ada lokomotif yang menariknya.
Bagi saya yang terlahir dari keluarga petani
dan kinipun masih bertani, kami para petani ini merindukan sekali akan adanya
pasar seperti pasar yang dibuat Rasulullah Ahallallahu ‘Alaihi Wasallam. Pasar
dimana dagangan kami tidak dicegat oleh para tengkulak atau calo di tengah
jalan dan dibeli dengan harga seenaknya, pasar dimana tidak ada preman dan
mafia pasar yang mencegat kami di pintu-pintu pasar sehingga tidak bisa
mengakses harga pasar yang sesungguhnya.
Kendala pasar inipula yang membuat para petani
sulit meningkatkan daya beli, yang kemudian karena faktor inilah sebagian
mereka membiarkan anak-anak gadis mereka pergi untuk bekerja ke negeri yang
jauh lengkap dengan segala resikonya.
Sekarang kita bisa paham relevansinya pasar
dengan pengentasan kemiskinan, pemberian makan bagi yang lapar dan menjaga
kehormatan. Tetapi apa relevansi pasar dengan upaya meninggalkan riba yang
diwajibkan ?
Di Al-Qur’an riba itu dilawan dengan dua hal
yaitu jual-beli dan sedekah (QS 2:275-276), ketika wasilah untuk berjual beli
(pasar) tersedia maka kegiatan jual beli akan berjalan lancar, umat akan
makmur. Umat yang makmur akan lebih mudah untuk memilih, mereka tidak harus
menggunakan fasilitas ribawi ketika sakit, ketika butuh dana modal dlsb.
Umat yang lancar perdagangannya diharapkan
pula lancar sedekahnya, dana sedekah yang banyak yang mengumpul di baitul mal-
baitul mal akan bisa digunakan untuk memberi pinjaman atau pertolongan bagi
yang membutuhkannya – tanpa harus menggunakan dana para rentenir.
Kedudukan strategis pasar dalam mengatasi
perbagai persoalan ekonomi umat tersebut juga tercermin dengan timing (waktu)
dari contoh yang diberikan langsung oleh Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi Wasallam
ketika mendirikan pasar, yaitu beliau membuat pasar bagi kaum muslimin masih di
tahun-tahun awal setelah beliau hijrah ke Madinah. Ini menunjukkan betapa
pentingnya kedudukan pasar dalam membangun negeri kaum muslimin saat itu yaitu
negeri Madinah.
Kekalahan kaum muslimin sekarang dalam bidang
ekonomi yang kemudian merembet kemana-mana, juga diawali karena kita kalah di
pasar. Maka pasar inilah salah satu wasilah yang harus diperjuangkan sekuat
tenaga – agar kaum muslimin di jaman ini bisa kembali bangkit di segala bidang.
Setelah akses pasar terbuka bagi semua
orang-pun, masih sangat bisa jadi ada saja orang yang tetap kelaparan. Mereka
adalah orang-orang tua yang tidak lagi kuat bekerja, para janda yang tidak tahu
harus berbuat apa dan lain sebagainya. Sangat bisa jadi mereka ini adalah
bagian dari 12 rumah dari 160 rumah tetangga kita, artinya kewajibannya ada
pada kita.
Bisakah kita membiarkan mereka lapar sementara
kita tidur nyenyak ? bisakah kita beralasan tidak tahu keberadaan mereka
sehingga tidak tergerak untuk menyantuninya ? Semoga Allah mengampuni dosa-dosa
kita, kemudian dari sinilah munculnya kewajiban dalam fiqih wasilah yang satu
lagi di jaman ini – yaitu pendataan kelaparan !
Selama ini kita tidak bisa menyantuni
tentangga-tetangga kita yang kelaparan karena tidak adanya data yang akurat
untuk ini – kita tidak rahu keberadaan mereka, maka pengadaan data orang-orang
miskin disekitar kita ini menjadi wajib berdasarkan kaidah fiqih wasilah diawal
tulisan ini. Di jaman teknologi dimana setiap jengkal tanah di muka bumi bisa
dipetakan, masak data kependudukan tidak bisa akurat mendeteksi fakir miskin
yang butuh pertolongan – insyaallah pasti bisa.
Bila 70 tahun sudah kita merdeka dan 7
presiden telah berganti tetapi kemiskinan dan kelaparan masih begitu
besar seperti data FAO tersebut di atas, maka sangat bisa jadi solusinya memang
bukan dari pemerintah – tetapi umat inilah yang harus bisa memberi solusi.
Untuk membuat pasar bagi umat memang perlu resources yang
sangat besar, namun untuk inipun kami tidak berhenti memikirkan dan
mengupayakannya sejak pemikiran Bazaar Madinah kami luncurkan
beberapa tahun lalu.
Tetapi pengadaan data dan solusi untuk
mengatasi kelaparan bagi 19.4 juta orang negeri ini tersebut di atas insyaAllah
bisa kita lakukan bersama-sama secara lebih cepat. Yayasan Dana Wakaf Indonesia
bahkan akan mensponsori situs dan aplikasi crowdsourcing, untuk
mendeteksi adanya hot spot kelaparan di negeri ini baik skala
kecil (tetangga kita) ataupun skala besar – suatu daerah.
Melalui crowdsourcing pula
kemudian akan dilakukan verifikasi terhadap data-data tersebut, dan yang
terakhir lagi-lagi juga menggunakan pendekatan yang sama (crowd sourcing)
masalah kelaparan ini akan diatasi. Situs dan aplikasi untuk mengatasi
kelaparan tersebut kami berinama HungerZone (hunger.zone) – numpang ketenaran
Hunger Game - untuk menarik anak-anak muda dari berbagai kalangan dan latar
belakang untuk terlibat dalam gerakan pengentasan kelaparan ini – agar kita
semua bisa tidur nyenyak setelah itu !
Bagi Anda anak-anak muda yang jago programing,
jago membuat game dan sejenisnya yang berminat membantu kami – silahkan
menghubungi kami baik sebagai sukarelawan untuk menyiapkan situs dan aplikasi
HungerZone, ataupun kerja professional berbayar yang wajar karena Yayasan Dana
Wakaf Indonesia insyaAllah akan menyediakan anggarannya untuk ini.
Dengan contoh aplikatif dalam mengatasi
problem kelaparan kontemporer tersebut, insyaAllah sekarang kita bisa melihat –
bahwa masalah-masalah besar yang selama ini tidak teratasi oleh pemerintahan
demi pemerintahan negeri ini – solusinya bisa jadi justru pada umat ini ketika
umat ini paham dan mau mengamalkan salah satu cabang ilmu fiqihnya yaitu fiqih
wasilah tersebut di atas.
Bayangkan sekarang bila fiqih wasilah ini
diterapkan dalam segala bidang, maka tidak akan ada halangan bagi umat ini
untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya kecuali halangan tersebut akan
dihilangkannya. Tidak akan ada lagi hal-hal yang keberadaannya dibutuhkan untuk
terlaksananya suatu kewajiban kecuali hal-hal tersebut diupayakan sekuat tenaga
keberadaannya. InsyaAllah.
No comments:
Post a Comment