Saat ini umat Islam sedang mengalami kekalahan di berbagai bidang kehidupan. Di dunia politik dalam negeri, umat Islam yang mayoritas hanya menjadi angka yang diperebutkan. Pihak manapun yang menang, Islam yang kalah. Pemenang perebutan kekuasaan di negeri ini – hingga kini – belum ada yang terbukti memperjuangkan Islam. (GeraiDinar).
Di dunia ekonomi, umat Islam yang mayoritas hanya sebagai target pasar – belum menjadi pemain dari pasar itu sendiri. Segala urusan kebutuhannya dikuasai oleh orang-orang di luar Islam sehingga tidak jarang mereka mengabaikan kepentingan umat ini.
Riba yang diperangi Allah dan RasulNya-pun bahkan menjadi kewajiban di negeri ini, umat yang mayoritas ini dipaksa mengikuti program-program ribawi melalui BPJS dan JKN yang menjadi wajib bagi seluruh pegawai sejak awal tahun ini – dan bahkan akan menjadi wajib bagi seluruh warga negara mulai Januari 2019 nanti.
Demikian pula dalam bidang-bidang kehidupan seperti urusan obat-obatan, pendidikan, budaya dlsb. umat mayoritas ini seolah tidak berdaya memperjuangkan kepentingannya, ya antara lain karena tidak adanya keberpihakan dari pemerintah yang dahulunya juga rame-rame dipilih oleh umat ini sendiri.
Maka dalam perbagai bidang kehidupan, baik di bidang ekonomi dan bisnis, sosial, pendidikan, kesehatan dlsb. perjuangan kepentingan umat ini harus dibawa ke tingkat berikutnya yaitu niat yang lebih lurus, kerja yang lebih ikhlas, barisan yang lebih rapi, daya juang yang lebih gigih, kesabaran yang tidak ada batasnya, dlsb-dlsb. yang semuanya bisa kita pelajari dari dunia peperangan.
Tetapi berbeda dari peperangan yang dilakukan oleh jendral Sun Tzu ataupun peperangan yang dilakukan negeri-negeri barat pada umumnya, perang-perang yang bisa kita jadikan pelajaran adalah perbagai peperangan yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beserta pasukannya – yang diabadikan dengan komplit dan detil di Al-Qur’an.
Untuk memberikan gambaran awal betapa luasnya pelajaran yang bisa kita ambil dari peperangan-peperangan tersebut, saya ingin membukanya dengan ayat pertama dalam surat Al-Anfal berikut :
Ayat pertama Surat Al-Anfal yang mengisahkan tentang perang Badar ini dibuka dengan kalimat “Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang.” lalu dilanjutkan “Katakanlah: "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman"”.
Setelah ayat pertama ini sampai dengan empat puluh ayat berikutnya, Allah bercerita dengan detil tentang perang Badar yang berujung pada kemenangan kaum muslimin. Dari kemenangan inilah kemudian kaum muslimin mendapatkan pembagian atas harta rampasan perang – yang dalam ayat 41 ini disebut ghanimah.
Penyebutan “ghanimah” di ayat ini berbeda dengan penyebutannya di ayat pertama yaitu “anfal”. Penggunaan kata “anfal” menekankan bahwa harta rampasan perang itu lebih merupakan karunia dari Allah, bukan karena keberhasilan pasukan dalam memenangkan perang – perang itu sendiri hanya Allah yang menentukan kemenangannya.
Karena merupakan karunia dari Allah, tidak pantas siapapun mempertanyakannya ataupun memperdebatkannya apalagi ketika mereka belum mulai bekerja melaksanakan kewajibannya. Nanti setelah mereka menunjukkan ketaatan kepada Allah dan RasulNya, pasti Allah akan memberikan balasanNya. Termasuk balasan yang dekat, yaitu berupa balasan di dunia berupa ghanimah ini.
Maka meskipun di ayat 1 disebutkan bahwa anfal atau harta rampasan perang itu untuk Allah dan RasulNya, di ayat 41-nya dijelaskan bahwa ghanimah yang juga berarti rampasan perang itu ternyata hanya 1/5-nya yang untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil . Sedangkan mayoritasnya (4/5 bagian) untuk seluruh pasukan yang ikut berperang.
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS 8:41).
Dari penggunaan kata (anfal dan ghanimah) , jarak penempatan (ayat 1 dan ayat 41) serta kata-kata dalam kalimat yang digunakan di dua ayat tersebut saja sudah begitu banyak pelajaran yang bisa kita petik.
Antara lain bahwa dalam setiap pekerjaan besar apapun yang kita lakukan, baik itu kerja sosial maupun kerja komersial – kita membutuhkan team yang bener-bener mau bekerja dulu dengan tulus – bukan team yang dari awal sudah menuntut bagiannya masing-masing. Team yang dengan rela mau melaksanakan kewajiban dahulu sebelum menuntut hak.
Kita juga melihat begitu banyak contoh kegagalan apabila yang terjadi adalah sebaliknya. Perang Uhud yang terjadi hanya selang 1 tahun setelah perang Badar, pasukan Islam kalah. Penyebabnya tidak lain adalah karena ada sebagian pasukan yang meninggalkan kewajibannya – sebelum tuntas – sudah keburu mengejar hak ghanimah-nya.
Dengan mudah kita dapat melihat contoh yang sama di negeri ini, umat Islam tidak kunjung meraih kemenangan dalam bidang-bidang kehidupan karena keburu menuntuk hak sebelum melaksanakan kewajiban. Dalam dunia politik misalnya, kepada kita dipertontonkan betapa para politikus berebut kursi dan jabatan dengan begitu gigihnya – padahal belum jelas kemampuan mereka dalam mengemban kewajibannya kelak bila bener-bener diberi kesempatan.
Bila diaplikasikan penekanan pelaksanaan kewajiban sebelum menuntut hak ini dalam dunia usaha bisa menghadirkan peluang keunggulan tersendiri, yaitu manakala para produsen berusaha membuat produk atau layanan sebaik mungkin yang dibutuhkan oleh konsumennya, nanti ketika konsumen bener-bener sudah merasakan keunggulan produk atau layanan tersebut – pastilah mereka bersedia membayar lebih untuk itu.
Maka seperti inilah di Al-Qur’an kita bisa mengambil pelajaran dari setiap langkah-langkah yang menghadirkan kemenangan, maupun langkah-langkah yang menyebabkan kekalahan – di medan apapun peperangan kita. InsyaAllah.
No comments:
Post a Comment