Naqabah
Bila para penggerak ekonomi Islam selama
ini lebih focus pada pilar keuangan/modal, dan sedikit tentang pasar- – kini
waktu yang sangat tepat juga untuk membahas masalah produksi . Sebenarnya kita
juga tidak perlu reinvent the wheel karena selama berabad-abad dunia Islam juga
sudah menggerakkan produksi dalam skala besar. Bedanya dengan produksi a la
kapitalisme adalah mereka terkonsentrasi pada modal besar, sedangkan dalam
Islam produksi menyebar dalam sejumlah besar orang yang tergabung dalam apa
yang disebut naqabah. (Muhaimin Iqbal).
Tidak ada terjemahan bahasa yang pas utuk
naqabah ini, tetapi dalam bahasa Inggris yang terdekat adalah guild. Dalam
bahasa Indonesia yang cukup dekat adalah serikat, asosiasi, perkumpulan dlsb.
Bedanya kalau serikat, asosiasi dlsb. cenderung bersifat horizontal (usaha
sejenis) sedangkan naqabah bisa horizontal maupun vertical (integrasi hulu
sampai hilir).
Sebagai contoh naqabah yang disebut
waraqiin di abad pertengahan, dia
meliputi integrasi horizontal maupun vertical seluruh perajin dan praktisi atau
bahasa sekarang artisan yang terkait dengan kertas. Ada yang menulis kitab, ada
yang menulis ulang kitab tersebut untuk digandakan, ada yang membuat atau
menyediakan kertasnya, ada yang khusus menjilidnya, ada yang khusus membuat
kaligrafi di sampul dan pinggiran halaman dst, – semuanya berkumpul dalam
waraqiin tersebut.
Dengan adanya organisasi waraqiin yang
sangat besar inilah dunia Islam di abad pertengahan sudah mencetak kitab-kitab
yang tidak terhitung banyaknya – yang belum pernah ada yang menandingi pada
jamannya. Yang cukup mendekati juga di jaman modern ini adalah koperasi
produksi yang mengurusi produsen sejenis tetapi menyertakan juga supplier bahan
bakunya, maupun produsen barang lanjutannya.
Dengan konsep naqabah ini maka setiap
anggota focus pada keahliannya, dia bagian dari industri besar tetapi bukan
milik segelintir orang saja –industri besar itu milik bersama – yang setiap
anggotanya berperan maksimal di bidangnya masing-masing, setiap orang
berkesempatan untuk maju yang sama.
Lantas dari mana kalau kita mau
menghidupkan produksi besar dengan pendekatan naqabah ini ? Persis seperti
orang belajar berenang, cara satu –satunya yang terbaik adalah nyebur – bukan
berteori atau berwacana. Dengan nyebur mungkin kita akan glagepan sesaat,
tetapi setelah itu insyaAllah kita akan bisa berenang.
Tetapi menceburkan diri di kolam juga
harus perhitungan, harus ada guru yang sudah bisa berenang di dalam kolam
tersebut – bukan menceburkan diri secara nekat, bisa tenggelam bener kalau
sendirian. Inilah exactly yang terjadi di lingkungan naqabah, dahulu pada
setiap keahlian – setidaknya ada tiga jenjang. Yang pertama adalah ahlinya
sendiri, kemudian ada asistennya – yang memiliki keahlian cukup tetapi belum
selevel sang ahli, dan yang terakhir adalah tingkat murid yang belajar ilmu dan
prakteknya (bahasa sekarang magang).
Dengan tiga level ini sang guru selalu
bisa menularkan dan mewariskan ilmunya terus menerus ke generasi sesudahnya.
Sang guru juga tidak menarik bayaran kepada sang murid, bahkan biasanya sang
guru yang membiayai sang murid untuk belajar.
Disinilah letak bedanya yang sangat nyata
dengan prinsip ekonomi kapitalisme. Di dunia kapitalisme misalnya Anda bisa
buat resoran yang enak, maka Anda akan menarik keuntungan sebesar-besarnya
dengan menjual franchise yang mahal bagi yang tertarik mengikutinya – padahal
yang mengikutinya ini belum tentu juga berhasil. Sehingga yang semakin kaya
adalah si penemu restoran saja, pengikutnya tidak memiliki kesempatan yang
sama.
Dengan system naqabah kalau Anda bisa
membuat restoran yang sangat enak, maka Anda mencari murid-murid yang bisa
diandalkan untuk meneruskan dan mengembangkannya – dan Anda akan rela membayar
untuk itu. Restoran Anda menjadi besar, tetapi bukan uang Anda yang banyak –
amal Anda yang banyak ! karena menunjukkan suatu kebaikan sama dengan
melaksanakan kebaikan itu sendiri.
Lagi-lagi ilmu Islam
itu menuntut pengamalan, hanya menguasai ilmu dan mendiskusikannya – belum
mengeluarkan kita dari himpunan besar orang-orang yang merugi – karena yang
dikeluarkan dari himpunan tersebut adalah orang yang beriman dan beramal
shaleh. Maka demikian pula ilmu tentang naqabah
ini, harus kita amalkan, mulai dari yang kita bisa.
Sudah hampir setahun
ini kami bersama teman-teman di lingkungan Telkom melalui koperasi pegawai
mereka Telco – Tekom Coperative – merintis startup yang diharapkan bisa menjadi
lokomotif bagi sharing economy dari negeri ini yang mengolah kekayaan yang luar
biasa dari negeri katulistiwa, negeri rayuan pulau kelapa.
Lokomotif tersebut berupa perusahaan -
PT. Etherische Olie International – yang fokusnya mengolah berbagai tanaman
yang menghasilkan minyak atsiri atau essential oils, inilah kekayaan
biodiversity Indonesia yang tiada duanya di dunia.
Meskipun ini berupa perusahaan dan
sekarang mulai dikenal di dunia melalui berbagai pameran international mewakili
negeri ini – di bidangnya – kita tidak ingin tumbuh sendirian seperti
perusahaan di dunia kapitalisme pada umumnya.
Kita ingin mengajak
seluas mungkin masyarakat ikut belajar ilmu yang kami kembangkan di Etherische,
kemudian juga menjalankannya dan tumbuh bersama kami. Bahkan kami ada rencana untuk melahirkan
Etherische Institute – untuk mengembangkan dan menyebarluaskan segala ilmu dan
skills yang terkait dengan minyak atsiri.
Saat ini Indonesia Startup Center
memfasilitasi bagi masyarakat yang ingin belajar untuk industri atsiri ini.
Hanya karena kapasitas kantor kami yang terbatas di startup center, kami akan
menyeleksi ketat dengan urutan kriteria sebagai berikut ;
- Sarjana dalam bidang apapun asal memiliki
passion di bidang pertanian, awalnya ini kita pilih sarjana karena waktu kita
mendidik yang tidak banyak, jadi harus bisa belajar mandiri di lingkungan kami
dengan input dan sarana-prasarana yang serba terbatas.
- Diutamakan yang terampil mengemudikan mobil
dan memiliki sim A, karena lokasi kebun yang menyebar sepanjang Jawa – Bali –
akan merepotkan kalau harus diantar pengemudi. - Memiliki motif yang kuat untuk
mengamalkan ilmunya sendiri, bukan sekedar belajar sambil nunggu panggilan
lowongan pekerjaan dari perusahaan lain.
Target lulusan
magang ini adalah menjadi praktisi bisnis agribiz yang mandiri, dan untuk ini
bila peserta ingin langsung menggarap lahannya sendiri – kami sudah sediakan
lahannya untuk dibeli rame-rame di Tanjung Lesung Agroplis – kota pertanian
yang kita bangun di Pandeglang – Banten.
Selain untuk buah
dan sayur, di daerah tersebut sangat cocok untuk ditanaman atsiri seperti sereh
wangi maupun yang berbasis rempahrempah
seperti lada – maka di daerah ini ada teluk yang namanya Teluk Lada karena
dahlu memang penghasil lada.
Lada selain untuk rempah, juga bahan baku
minyak atsiri yang dibutuhkan dunia. Selain rempah-rempah yang multi purpose
ini, bahanbahan minyak atsiri seperti sereh wangi, nilam dlsb. juga sangat bisa dikembangkan menjadi tanaman
pendamping disela-sela alpukat, kelapa
dlsb.
Maka inilah konsep
pembelajaran sekaligus praktek membangun kekuatan industri – tidak dengan
mengandalkan kekuatan modal semata seperti di dunia kapitalisme – tetapi
mengandalkan kebersamaan dan kesetaraan kesempatan bagi semua yang memiliki
passion di bidang ini – yaitu agroindustry dalam pengertian yang
seluasnya.
Kita tidak dengan
mengandalkan kekuatan modal semata seperti di dunia kapitalisme – tetapi
mengandalkan kebersamaan dan kesetaraan kesempatan bagi semua yang memiliki
passion di bidang ini, yaitu perdagangan. Pelajari !
No comments:
Post a Comment