Cari

Menguasai pasar dengan kebersamaan vs kapitalisme

Kekuatan kebersamaan
Naqabah
Bila para penggerak ekonomi Islam selama ini lebih focus pada pilar keuangan/modal, dan sedikit tentang pasar- – kini waktu yang sangat tepat juga untuk membahas masalah produksi . Sebenarnya kita juga tidak perlu reinvent the wheel karena selama berabad-abad dunia Islam juga sudah menggerakkan produksi dalam skala besar. Bedanya dengan produksi a la kapitalisme adalah mereka terkonsentrasi pada modal besar, sedangkan dalam Islam produksi menyebar dalam sejumlah besar orang yang tergabung dalam apa yang disebut naqabah.  (Muhaimin Iqbal).

Tidak ada terjemahan bahasa yang pas utuk naqabah ini, tetapi dalam bahasa Inggris yang terdekat adalah guild. Dalam bahasa Indonesia yang cukup dekat adalah serikat, asosiasi, perkumpulan dlsb. Bedanya kalau serikat, asosiasi dlsb. cenderung bersifat horizontal (usaha sejenis) sedangkan naqabah bisa horizontal maupun vertical (integrasi hulu sampai hilir). 

Sebagai contoh naqabah yang disebut waraqiin  di abad pertengahan, dia meliputi integrasi horizontal maupun vertical seluruh perajin dan praktisi atau bahasa sekarang artisan yang terkait dengan kertas. Ada yang menulis kitab, ada yang menulis ulang kitab tersebut untuk digandakan, ada yang membuat atau menyediakan kertasnya, ada yang khusus menjilidnya, ada yang khusus membuat kaligrafi di sampul dan pinggiran halaman dst, – semuanya berkumpul dalam waraqiin tersebut. 

Dengan adanya organisasi waraqiin yang sangat besar inilah dunia Islam di abad pertengahan sudah mencetak kitab-kitab yang tidak terhitung banyaknya – yang belum pernah ada yang menandingi pada jamannya. Yang cukup mendekati juga di jaman modern ini adalah koperasi produksi yang mengurusi produsen sejenis tetapi menyertakan juga supplier bahan bakunya, maupun produsen barang lanjutannya.

Dengan konsep naqabah ini maka setiap anggota focus pada keahliannya, dia bagian dari industri besar tetapi bukan milik segelintir orang saja –industri besar itu milik bersama – yang setiap anggotanya berperan maksimal di bidangnya masing-masing, setiap orang berkesempatan untuk maju yang sama. 

Lantas dari mana kalau kita mau menghidupkan produksi besar dengan pendekatan naqabah ini ? Persis seperti orang belajar berenang, cara satu –satunya yang terbaik adalah nyebur – bukan berteori atau berwacana. Dengan nyebur mungkin kita akan glagepan sesaat, tetapi setelah itu insyaAllah kita akan bisa berenang. 

Tetapi menceburkan diri di kolam juga harus perhitungan, harus ada guru yang sudah bisa berenang di dalam kolam tersebut – bukan menceburkan diri secara nekat, bisa tenggelam bener kalau sendirian. Inilah exactly yang terjadi di lingkungan naqabah, dahulu pada setiap keahlian – setidaknya ada tiga jenjang. Yang pertama adalah ahlinya sendiri, kemudian ada asistennya – yang memiliki keahlian cukup tetapi belum selevel sang ahli, dan yang terakhir adalah tingkat murid yang belajar ilmu dan prakteknya (bahasa sekarang magang). 

Dengan tiga level ini sang guru selalu bisa menularkan dan mewariskan ilmunya terus menerus ke generasi sesudahnya. Sang guru juga tidak menarik bayaran kepada sang murid, bahkan biasanya sang guru yang membiayai sang murid untuk belajar. 

Disinilah letak bedanya yang sangat nyata dengan prinsip ekonomi kapitalisme. Di dunia kapitalisme misalnya Anda bisa buat resoran yang enak, maka Anda akan menarik keuntungan sebesar-besarnya dengan menjual franchise yang mahal bagi yang tertarik mengikutinya – padahal yang mengikutinya ini belum tentu juga berhasil. Sehingga yang semakin kaya adalah si penemu restoran saja, pengikutnya tidak memiliki kesempatan yang sama. 

Dengan system naqabah kalau Anda bisa membuat restoran yang sangat enak, maka Anda mencari murid-murid yang bisa diandalkan untuk meneruskan dan mengembangkannya – dan Anda akan rela membayar untuk itu. Restoran Anda menjadi besar, tetapi bukan uang Anda yang banyak – amal Anda yang banyak ! karena menunjukkan suatu kebaikan sama dengan melaksanakan kebaikan itu sendiri. 

Lagi-lagi ilmu Islam itu menuntut pengamalan, hanya menguasai ilmu dan mendiskusikannya – belum mengeluarkan kita dari himpunan besar orang-orang yang merugi – karena yang dikeluarkan dari himpunan tersebut adalah orang yang beriman dan beramal shaleh. Maka demikian pula ilmu tentang naqabah ini, harus kita amalkan, mulai dari yang kita bisa. 

Sudah hampir setahun ini kami bersama teman-teman di lingkungan Telkom melalui koperasi pegawai mereka Telco – Tekom Coperative – merintis startup yang diharapkan bisa menjadi lokomotif bagi sharing economy dari negeri ini yang mengolah kekayaan yang luar biasa dari negeri katulistiwa, negeri rayuan pulau kelapa. 

Lokomotif tersebut berupa perusahaan - PT. Etherische Olie International – yang fokusnya mengolah berbagai tanaman yang menghasilkan minyak atsiri atau essential oils, inilah kekayaan biodiversity Indonesia yang tiada duanya di dunia. 

Meskipun ini berupa perusahaan dan sekarang mulai dikenal di dunia melalui berbagai pameran international mewakili negeri ini – di bidangnya – kita tidak ingin tumbuh sendirian seperti perusahaan di dunia kapitalisme pada umumnya. 

Kita ingin mengajak seluas mungkin masyarakat ikut belajar ilmu yang kami kembangkan di Etherische, kemudian juga menjalankannya dan tumbuh bersama kami. Bahkan kami ada rencana untuk melahirkan Etherische Institute – untuk mengembangkan dan menyebarluaskan segala ilmu dan skills yang terkait dengan minyak atsiri. 

Saat ini Indonesia Startup Center memfasilitasi bagi masyarakat yang ingin belajar untuk industri atsiri ini. Hanya karena kapasitas kantor kami yang terbatas di startup center, kami akan menyeleksi ketat dengan urutan kriteria sebagai berikut ;

-    Sarjana dalam bidang apapun asal memiliki passion di bidang pertanian, awalnya ini kita pilih sarjana karena waktu kita mendidik yang tidak banyak, jadi harus bisa belajar mandiri di lingkungan kami dengan input dan sarana-prasarana yang serba terbatas.

-  Diutamakan yang terampil mengemudikan mobil dan memiliki sim A, karena lokasi kebun yang menyebar sepanjang Jawa – Bali – akan merepotkan kalau harus diantar pengemudi. -        Memiliki motif yang kuat untuk mengamalkan ilmunya sendiri, bukan sekedar belajar sambil nunggu panggilan lowongan pekerjaan dari perusahaan lain.

Target lulusan magang ini adalah menjadi praktisi bisnis agribiz yang mandiri, dan untuk ini bila peserta ingin langsung menggarap lahannya sendiri – kami sudah sediakan lahannya untuk dibeli rame-rame di Tanjung Lesung Agroplis – kota pertanian yang kita bangun di Pandeglang – Banten. 

Selain untuk buah dan sayur, di daerah tersebut sangat cocok untuk ditanaman atsiri seperti sereh wangi maupun yang berbasis  rempahrempah seperti lada – maka di daerah ini ada teluk yang namanya Teluk Lada karena dahlu memang penghasil lada. 

Lada selain untuk rempah, juga bahan baku minyak atsiri yang dibutuhkan dunia. Selain rempah-rempah yang multi purpose ini, bahanbahan minyak atsiri seperti sereh wangi, nilam dlsb.  juga sangat bisa dikembangkan menjadi tanaman pendamping disela-sela alpukat,  kelapa dlsb. 

Maka inilah konsep pembelajaran sekaligus praktek membangun kekuatan industri – tidak dengan mengandalkan kekuatan modal semata seperti di dunia kapitalisme – tetapi mengandalkan kebersamaan dan kesetaraan kesempatan bagi semua yang memiliki passion di bidang ini – yaitu agroindustry dalam pengertian yang seluasnya. 

Kita tidak dengan mengandalkan kekuatan modal semata seperti di dunia kapitalisme – tetapi mengandalkan kebersamaan dan kesetaraan kesempatan bagi semua yang memiliki passion di bidang ini, yaitu perdagangan. Pelajari !


Inspirasi apa yang membuat seseorang bisa sukses

toko9
Sejak sekolah dahulu kita sering diajari hal yang seolah mudah padahal kenyataannya tidak demikian, hal ini adalah tentang lahirnya sebuah ide. Newton tidak kejatuhan apel terus ujug-ujug punya ide tentang teori grafitasi, Archimedes tidak sedang mandi di bak mandi ketika menggagas hukum Archimedes, dan Thomas Edison-pun tidak menemukan bolam lampu. Semuanya hasil kerja keras berpuluh tahun, sebelum kita akhirnya mengenal karya-karya mereka. (Gerai Dinar)

Isaac Newton perlu mempelajari dan bereskperimen selama 20 tahun sebelum lahirnya teori grafitasi. Ungkapan ‘Eurieka !’-nya Archimedes di bak mandi adalah cerita khayal belaka, dia juga bekerja bertahun-tahun untuk merumuskan apa yang kemudian kita kenal dengan hukum Archimedes.

Adapun Thomas Edison, dia akhirnya hanya menghasilkan filament lampu yang bekerja setelah 10,000-percobaan sebelumnya gagal. Sehingga muncullah pernyataannya yang terkenal: “Saya tidak gagal, saya hanya menemukan 10,000 cara yang tidak bekerja…”.
Lantas darimana sesungguhnya datangnya sebuah ide besar ? Ada setidaknya tiga pendekatan yang bisa kita tempuh, yaitu dengan pendekatan sains, pendekatan kearifan lokal dan pendekatan petunjuk.
Secara sains, ide-ide besar lahirnya berasal dari ilmu. Ide adalah rangkaian dari titik-titik ilmu yang ada di otak kita. Ide seperti sebutir benih, dia perlu ditanam dan terus disirami agar dia bisa bener-bener tumbuh dan berkembang. Benih dari ide tersebut adalah ilmu, semakin banyak seseorang menguasai ilmu , semakin banyak ide yang bisa terlahir darinya.

Secara ke-arifan lokal (Jawa), ide-ide besar bisa terlahir dari proses 3 N yaitu Namatke (memperhatikan), Nirokke (Menirukan) dan Nambahi (Menambahkan atau Melengkapi). Meskipun kelihatannya tidak bermutu, tetapi sesungguhnya mayoritas ide besar yang ada di sekitar kita juga hasil proses 3 N ini.

Google bukanlah search engine yang pertama, lebih dahulu telah lahir Yahoo, Altavista, Excite dlsb. Ide dasar Google juga meniru proses bibliometrics and citation analysisyang dipakai di dunia pustaka.

Linkedin bukan social network pertama, lebih dahulu ada SixDegrees, Friendster dlsb. Dia juga bukan professional network yang pertama, lebih dahulu telah ada Ryze dan Xing.
Intinya tidak perlu malu bila kita baru bisa Namatke dan Nirokke, tetapi jangan berhenti disini - kita harus bisa Nambahi. Dalam hal ide-ide besar, kita juga tidak harus yang pertama – tetapi kita harus menjadi yang terbaik.

Pendekatan yang spektakuler yang jarang dibahas dalam konteks usaha adalah pendekatan berbasis petunjuk. Para Nabi mendapatkan ide-ide untuk pekerjaan besarnya tidak harus belajar lebih dahulu, tidak perlu juga menirukan siapapun – para Nabi mendapatkan wahyu untuk ide dan pekerjaan besarnya langsung dari Allah Sang Maha Pencipta.
Nabi Ibrahim tidak harus belajar menjadi tukang bangunan untuk membuat bangunan Ka’bah - Rumah Allah yang abadi sepanjang jaman. Nabi Nuh tidak harus belajar atau menirukan cara orang lain membuat perahu – untuk bisa membuat perahu yang sangat tangguh yang menyelamatkan kehidupan di bumi dari banjir terbesar sepanjang sejarah peradaban manusia.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak perlu belajar strategi perang untuk menjadi panglima perang terbesar, tidak perlu belajar ekonomi untuk bisa membuat pasar dan menaklukkan kekuatan ekonomi Yahudi di Madinah. Tidak perlu belajar hukum tata-negara untuk membangun negeri yang sangat besar dan berkarakter berbeda dengan negeri-negeri yang pernah ada sebelumnya. Semuanya datang dari Wahyu.

Pada tingkatan di bawah Nabi adalah orang-orang shaleh yang mendapatkan ilham atau petunjuk dariNya, untuk bisa menghasilkan karya yang belum pernah ada sebelumnya.

Thoriq Bin Ziyad punya ide membakar seluruh kapal untuk memotivasi pasukannya dalam penaklukkan Spanyol, point of no return bagi pasukannya dicapai karena memang tidak ada opsi untuk lari balik ke negerinya.

Demikian pula dengan Muhammad Al-Fatih, dari mana dia bisa punya ide bahwa kapal tidak harus berlayar di air ? Kapal harus bisa mendaki bukit tanpa harus ada percobaan lebih dahulu, langsung dilakukan dengan massif dan dengan waktu yang harus terjadi hanya dalam satu malam. Bila harus dilakukan dengan gladi resik dan melewati satu malam, musuh akan mengetahuinya !

Lantas dengan adanya tiga pendekatan tersebut, yang mana yang kita pilih ? Kita tidak harus memilih yang ini atau yang itu. Kita bisa gunakan ketiganya sekaligus, yaitu pendekatan sains, kearifan dan petunjukNya.

Kita bukan Nabi dan keshalehan kita juga mungkin sangat tidak memadai, maka sebelum melahirkan gagasan besar – kita harus banyak-banyak belajar ilmu yang terkait dengan gagasan kita itu. Kita juga tidak perlu malu-malu untuk mengamati apa saja yang sudah dilahirkan orang yang ada di sekitar kita, kalau kita bisa Nirokke dan Nambahi – itupun sudah bisa melahirkan ide-ide sekelas Google dan LinkedIn !

Meskipun kita tahu diri keshalehan kita juga terbatas, kita juga tidak boleh mengabaikan petunjukNya. Banyak-banyak memohon pertolongan kepadaNya, Maka Dia insyaAllah akan menolong kita. Dan kalau Dia sudah menolong kita, maka tidak akan ada yang bisa mengalahkan kita.

Pertolongan Dia juga datang dengan bonus, kalau kita dalam kesulitan – kita berdo’a kepadanya – maka Dia akan mengangkat kesulitan itu dengan bonus berupa dihapuskannya keburukan kita dan dijadikannya kita Kalifah – orang yang memimpin – di bidang kita (QS 27 : 62).

Bila kita datang kepada petunjukNya – yaitu Al-Qur’an untuk mencari jawaban atas segala persoalan kita, maka Dia datang dengan jawabannya dan diberi bonus berupa petunjukNya, rahmatNya dan kabar baik dariNya (QS 16:89). Jadi jangan pernah tinggalkan pendekatan yang ketiga ini dalam setiap ide besar yang ingin kita lahirkan.

Pertanyaannya adalah how big is big ? seberapa besar sih sebuah ide itu sesungguhnya ? Ada dua pendekatan untuk mengukurnya yaitu peluang yang ingin digarapnya atau masalah yang ingin diatasinya.

Jualan kacang goreng-pun bisa berarti ide besar bila Anda ingin bisa menjualnya ke ratusan juta penggemar sepakbola di seluruh dunia. Sebaliknya, ide untuk membuat mesin yang sangat canggih sekalipun – tidak akan pernah menjadi ide besar bila Anda tidak tahu siapa yang akan membutuhkan mesin canggih tersebut – dan bener-bener bersedia membeli/menggunakannya.

Seperti juga benih yang harus ditanam di tanah yang baik, kemudian terus menerus disirami dan dirawat sampai bener-bener tumbuh dan berkembang semaksimal mungkin – maka demikianlah ide. Dimana menanamnya dan siapa yang akan menyiraminya ?























Mengapa urusan pangan nampak begitu sulit di zaman now

clip_image002 clip_image004 clip_image006

Produce Anda Provide

Kita yang hidup di jaman ini melihat contoh yang lengkap dari kerusakan yang dibuat oleh dunia barat maupun dunia timur. Dalam bidang ekonomi khususnya urusan pangan, pengelolaan a la barat membuat sekitar 10 % penduduk dunia mengalami obesity sementara sekitar 11 %-nya kelaparan. Pengelolaan a la timur membuat antrian untuk membeli makanan semakin mengular. Mengapa di jaman yang serba canggih ini urusan pangan nampak begitu rumit ? Karena umat pertengahan, umat yang seharusnya paling adil itu belum banyak berbuat di jaman ini. (Gerai Dinar)


Begitulah kabar dari Sang Pencipta – bahwa Dia menciptakan kita sebagai umat pertengahan yang paling adil : “Dan demikianlah Aku jadikan kamu ummatan wasathan…” (QS 2:143). Menurut Ibnu Katsir ummatan wasathan artinya umat paling adil, paling baik dan paling terhormat. Dan ini sejalan dengan janji Allah lainnya : “Dan janganlah kamu merasa lemah dan jangan pula bersedih hati, sebab kamulah yang paling tinggi derajatnya bila kamu beriman” (QS 3:139).


Untuk menjadikan kita sesuai grand design-Nya sebagai umat terbaik, maka dilengkapilah kita ‘manual’ berupa petunjuk untuk menjawab semua persoalan hidup manusia sepanjang jaman di seluruh alam (QS 16:89) – sejauh kita bener-bener mau menggunakan petunjuk dan manual itu. Lebih dari itu, masih di ayat yang sama (QS 16:89), bila kita menggunakan petunjukNya untuk menyelesaikan persolan hidup kita, kita akan diberi bonus berupa rakhmatNya dan kabar gembira dariNya.


Ini juga sejalan dengan ayat lain yang menjelaskan bila kita dalam kesulitan dan mau berdo’a kepadaNya, Dia akan mengangkat kesulitan itu dan disertai bonus berupa dihilangkannya keburukan kita dan dijadikannya kita khalifah – orang yang menguasai bidangnya – di muka bumi ini (QS 27:62). Nah sekarang kita coba gunakan segala petunjuk dan kabar baik dariNya tersebut untuk menyelesaikan persoalan ekonomi khususnya urusan yang sangat mendasar dari kebutuhan hidup manusia, yaitu urusan pangan tersebut di atas.


Mengapa pengurusan pangan a la barat bermasalah ? karena misi utama mereka adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin. Apa saja akan mereka lakukan untuk mencapai misi ini. Bila perlu merusak tanaman dengan GMO-pun mereka akan lakukan demi untuk bisa menekan cost dan harapan untuk memperoleh keuntngan maksimal. Merusak alam dengan pupuk kimia, kartel untuk menguasai pasar, menimbun, menendang yang kecil keluar dari pasar dlsb. dianggap sahsah saja bagi mereka. Bahkan kalau untuk mencapai keuntungan maksimal tersebut mereka harus mengorbankan kesehatan masyarakat jangka panjang-pun mereka akan lakukan.


Itulah mengapa di pasar dibanjiri dengan makanan yang High Energy Densiy (HED) – tinggi energi dan minim nutrisi, karena nutrisi tidak mudah diakali. Keuntungan mereka akan turun bila fokusnya adalah nutrisi. Karena target mereka keuntungan, maka orang miskin yang minim daya beli bukan target untuk mereka. Mereka memproduksi makanan hanya bagi yang mampu membeli dan memberi keuntungan maksimal bagi mereka. Pendekatan bermotif keuntungan semata inilah yang sekarang dominan di dunia sehingga kesengsaraan bagi yang mampu beli – dengan berbagai penyakit kegemukan dan obesity, dan kesengsaraan pula bagi yang tidak mampu membeli – berupa kelaparan yang melanda 1 dari setiap 9 orang di dunia. Di sisi lain ada sedikit negara yang tidak mau mengikuti cara barat dalam pengelolaan ekonomi dan khususnya urusan pangan mereka. Mereka berusaha memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya dengan cara mereka sendiri, negara dan rakyat dijadikan target kekuasaan. Penguasa yang tanpa petunjuk berusaha mengendalikan segala kebutuhan rakyatnya.


Walhasil kita juga melihat contohnya di Venezuela, rakyat harus mengantri mengular setengah hari hanya untuk membeli makanan mereka sehari-hari. Mereka bereksperimen dengan segala hukum yang dibuatnya sendiri yang berdampak juga menyengsarakan rakyatnya. Lantas apa solusi dari umat wasathan ? Intinya umat ini hanya menjadi unggul bila kita menggunakan petunjukNya (QS 3:138-139). Tidak cukup hanya dibaca, dihafal dan dipahami, tetapi masalah nyata harus diatasi dengan tindakan nyata. Kelaparan dan ketimpangan ekonomi adalah masalah nyata, demikian pula kegemukan, obesity, kelaparan dan potensi antrian bahan pangan yang panjang – semuanya nyata – bukan sekedar wacana.


Kita tidak cukup hanya sampai memahami bahwa oh di sana-sini ada penyakit kegemukan, obesity dan ada pula kelaparan, oh di balik bumi kita ada negeri kaya yang harus antri bahan pangan. Kita dituntut untuk berbuat mengatasi masalah yang ada dan mengantisipasi problem yang lebih serius yang mungkin terjadi. Kita ditantang oleh Allah untuk menempuh jalan yang mendaki lagi sukar : “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar?” (QS 90:10-11). Diantara jalan yang mendaki lagi sukar itu adalah : “… memberi makan di hari kelaparan” (QS 90 :14).


Jadi dengan niat atau motive yang berbeda, umat ini berusaha untuk bisa memberi makan bukan untuk meraih keuntungan semata, bukan pula untuk meraih kekuasaan, kita memberi makan karena itu memang diperintahkanNya langsung. Bahkan kalau kita abai terhadap perintah tersebut – diam kita-pun sudah dianggap sebagai dusta.


Ketika kita nantinya insyaAllah berhasil-pun bukan hanya untuk kita sendiri, zakat terbesar sesudah harta temuan adalah zakat produksi pangan (pertanian). Para petani membayar zakat jauh lebih besar dari para pedagang dan pegawai, mereka bertani bukan hanya untuk dirinya sendiri – mereka berproduksi untuk bisa memberi.


Petunjuk detil itu terus mengalir mulai dari apa yang kita harusnya tanam (QS 80:24-32), bagaimana cara menanamnya (QS 36:33 ; QS 16:10-11; QS 22:5 dst), apa yang harus dilakukan ketika menjelang dan saat panen tiba (QS 6:99 dan 141), sampai juga ketika kita memakannya (QS 6:141). Bila saja semua petunjuk ini kita indahkan dan kita laksanakan, maka segala problem yang ada di dunia berupa kegemukan, obesity, kelaparan dan antrian bahan pangan akan dapat diatasi atau minimal ditekan serendah mungkin.


Mengapa solusi yang begitu gamblang ini belum juga dijalankan ? ya karena kita semua masih amat sangat sedikit berbuat. Kalau motifnya keuntungan semata, tentu lebih enak duduk di kantor ber-AC – kita sudah akan mendapatkan keuntungan yang lebih baik dari bertani yang penuh resiko.


Kalau motifnya kekuasaan atau kendali terhadap rakyat, maka ikut PEMILU atau PILKADA bisa jadi jalan yang lebih mudah dan cepat untuk sampai ke tampuk kekuasaan.

Berdagang dan memenangkan pasarnya kembali

clip_image002[6]
clip_image004[6]
clip_image006[6]


Selamat Datang Kembali Generasi GusJiGang
(Kyai Muhaminin Iqbal)

Dunia muslim meskipun memiliki pasar yang sangat besar - sektor pangan dan gaya hidup saja mencapai US$ 1.8 trilyun tahun ini dan akan mencapai US$ 2.6 trilyun dalam lima tahun mendatang – masih sangat sedikit dari porsi pasar ini yang dikuasai oleh muslim itu sendiri. Penguasaan pasar oleh umat lain seperti yang terjadi di Idonesia adalah juga typical untuk negara-negara yang berpenduduk muslim mayoritas lainnya. Lantas apa yang bisa diperbuat umat ini untuk dapat memenangkan pasarnya kembali ? Barangkali inilah waktunya untuk melahirkan kembali generasi GusJiGang !

Ini adalah generasi yang dahulu pernah dilahirkan melalui dakwah para wali yang melakukan dakwahnya dengan meng-address secara langsung segala kebutuhan yang mendasar di masyarakat. Generasi GusJiGang adalah generasi yang berakhlak baGus – rajin beramal saleh, pandai mengaJi – tidak hanya membaca kitab, tetapi juga mentadaburi dan mengamalkannya secara sungguh-sungguh sampai tingkatan hikmah dan juga pandai berdaGang.

Generasi GusJiGang ini berjaya di Nusantara selama berabad-abad sampai setidaknya pertengahan abad 18. Bukti sejarah keberadaan mereka ini hingga kini masih bisa disaksikan di musium uang BI, berupa mata uang Dirham yang dicetak tahun 1744.

Di salah satu sisi mata uang itu bertuliskan huruf Arab yang berbunyi : “Derham Min Kompeni Welandawi” yang artinya Dirham dari perusahaan Belanda, dan sisi lainnya berbunyi : “Ila Djazirat Djawa Al- Kabir” yang artinya untuk Jawa Besar. Mengapa Belanda – yang tentu saja aslinya berbahasa Belanda, setelah mendapatkan persetujuan dari Keraton Mataram – yang berbahasa Jawa – untuk menerbitkan uangnya sendiri, malah menerbitkannya dengan tulisan Arab dan berbahasa Arab ? Itulah bukti sejarah yang self-explanatory yang bahkan hingga tahun 1744 yaitu sekitar 1.5 abad setelah Belanda masuk Indonesia-pun, penguasaan perdagangan di Nusantara masih dikuasai oleh orang-orang yang menggunakan bahasa Arab dan menggunakan tulisan Arab dalam keseharian perdagangannya. Siapa-siapa mereka ini kira-kira ? Itulah generasi GusJiGang – yang merupakan hasil dakwah para wali sejak berabad-abad sebelumnya.

Lantas sejak kapan kita kehilangan dominasi perdagangan ini ? sejak penjajah Belanda dengan cerdik-nya meng-kapling-kapling pekerjaan. Pekerjaan berdagang hanya untuk kaum minoritas dari timur – yang saat itu terdiri dari suku Arab, India dan Tionghoa.

Sementara penduduk pribumi mayoritas diarahkan untu bertani, dan inipun diarahkan untuk tanaman-tanaman yang menjadi kepentingan penjajajh semata – bukan untuk kepentingan rakyat itu sendiri. Kok mau kita waktu itu diarahkan demikian ? karena para pemimpin masyarakatnya saat itu telah dibujuk dahulu oleh penjajah dengan diberi jabatan-jabatan yang enak tanpa harus bekerja keras. Itulah yang disebut priyayi, yang kemudian menjadi obsesi rakyat kebanyakan selama berabad-abad. Karena priyayi itu kerjanya enak, gajinya gede dan dihormati pula di masyarakat.

Dampak dari obsesi menjadi priyayi itulah perdagangan ditinggalkan oleh sebagian besar penduduk pribumi negeri ini – yang terlena dengan citacitanya untuk menjadi priyayi secara turun temurun, dan akibatnya dunia perdagangan dikuasai oleh umat lain hingga kini.

Penguasaan dunia perdagangan yang direpresentasikan dalam bentuk generasi GusJiGang tersebut , juga bukan semata karangan para wali itu sendiri. Para wali itu adalah orang-orang yang sangat menguasai ajaran agama ini, tidak sebatas ilmu tetapi juga pada tingkatan hikmah yang dihasilkan melalui amal shaleh yang nyata di masyarakat.

Amal shaleh mereka inilah yang antara lain dikenal dalam bahasa jawa – wong kang udo klambenono, wang kang luwe pakanono, wong kan kudanan payungono – orang yang telanjang beri dia baju, orang yang lapar beri dia makanan dan orang yang kehujanan beri dia payung/peneduh.
Pelajaran ini semua sebenarnya sumbernya juga tidak jauh-jauh, semua berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul. Allah menyandingkan dengan sangat dekat antara ibadah yang khusus (seperti sholat dan mengaji) dengan ibadah yang umum seperti perdagangan yang berujung pada kemampuan untuk memberi makan atau nafkah.
Penyebab orang masuk Neraka saqar misalnya, dua diantaranya yang disandingkan adalah orang yang ketika di dunia tidak sholat , dan orang yang tidak memberi makan ( QS 74 : 43-44). Di surat lain Allah memerintahkan kita setelah sholat untuk segera bertebaran di muka bumi mencari karunianya (QS 62:10).
Bahkan yang sangat keras adalah peringatan dari Allah bahwa orang yang (hanya) sholat saja bisa celaka. Yaitu bila dia lalai dalam sholatnya, bila dia ria’ dan bila dia enggan memberikan bantuan bagi yang membutuhkannya. ( QS 107 : 4-7).
Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan ke kita akan pentingnya umat ini menguasai benar urusan mencari rezeki – yang merupakan bagian dari ibadah dalam arti luas, setelah penguasaannya atas ibadah-ibadah khusus yang terkait dengan sholat dan lain sebagainya. Inilah yang juga dicontohkan langsung oleh uswatun hasanah kita ketika membangun negeri Islam Madinah. Beliau membangun pasar bagi kaum muslimin tidak lama – sekitar 2 tahun - setelah membangun masjid Nabi. Artinya segera setelah kita membangun keimanan dan ketaatan dalam ibadah khusus, kita juga harus bersegera menguasai pasar – yang merupakan simbul dari segala pemenuhan kebutuhan manusia.

Maka masjid dan pasar adalah seperti dua sisi dari mata uang yang harus digenggam erat oleh umat ini. Bila kita hanya menggenggam masjid di tangan kita, urusan kebutuhan kita diambil alih oleh orang lain – dan kita bisa terperdaya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita itu. Bila kita hanya menggenggam pasar tetapi jauh dari masjid, hasilnya adalah kita yang tidak ada bedanya dengan umat lain dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Orang lain memakan atau memberi riba, kita juga melakukannya. Begitu pula dengan pelanggaran-pelanggaran syariat lainnya, orang lain melakukannya tanpa merasa bersalah – karena mereka memang tidak beriman - lha kita kan ingin masuk kelompok yang disebut sebagai orang yang beriman ? maka kita juga harus jauhi apa-apa yang dilarangNya dan melaksanakan apa-apa yang diperintahkanNya.

Pertanyaannya adalah lantas bagaimana kita menghadirkan kembali generasi yang berakhlak baGus, pandai mengaJi dan pandai berdaGang tersebut ? Persis seperti sirah Nabi tersebut di atas langkah-langkahnya.

Mulainya harus dari membangun masjid ! namun karena saat ini masjidmasjid sudah amat banyak – dimana saja ada masjid, yang kita perlu tekankan bangun saat ini bukan lagi fisiknya – tetapi adalah misi pemakmurannya. Misi pemakmuran masjidnya yang harus mampu melahirkan generasi GusJiGang tersebut di atas.

Di sisi pasarnya, saat inilah peluang terbaik untuk men-disrupt dominasidominasi ekonomi umat lain yang sudah berlangsung sejak akhir abad lalu itu. Solusi teknologi bisa menjadi jawaban untuk umat yang hidup di jaman ini. Jadi selain harus sanga dekat dengan masjid, ummmat yang hidup di jaman ini harus sangat menguasai ilmu dan teknologi serta ketrampilan-ketrampilan lain yang dibutuhkan di jaman ini. Inilah antara lain yang sedang kami rintis dalam wadah yang kita sebut Startup Center Indonesia – Depok. Dua produk startup kami yang oleh Ummah Wide dimasukkan dalam The 50 Most Innovative Global Muslim Startups 2016 adalah dua startups yang secara tandem mengemban misi untuk melahirkan generasi GusJiGang tersebut di atas.

Dua startups tersebut adalah yang pertama iGrow – di urutan ke 5 dari 50 startups muslim yang terpilih. Oleh Ummah Wide iGrow ini dicatat sebagai the most globally recognized startups on the list – karena iGrow memang sebelumnya juga sudah masuk dalam 100 startups yang akan merubah dunia versi Disrupt100.

Yang kedua adalah startup kami yang relaif tidak dikenal di dalam negeri karena user-nya meskipun telah mencapai lebih dari setengah juta orang – user tersebut menyebar di 180 negara di dunia, itulah Learn Qur’an yang aplikasinya bisa di-download di App Store maupun Google Play. Ini sejalan dengan misi kami untuk mengajak dunia untuk mengaji ! 
Perjalanan panjang untuk kembali menghadirkan generasi GusJiGang itu telah kita mulai – yaitu generasi yang sangat dekat dengan masjid dan pada saat yang bersamaan juga sangat menguasai pasar. Dan kita tidak lagi membicarakan pasar itu bersifat kedaerahan ataupun bahkan negara, yang kita bicarakan ini adalah pasar global seperti yang diungkap oleh Ummah Wide tersebut di atas. InsyaAllah kita bisa. (dari Gerai Dinar).




















Evakuasi Korban Bencana Terdahsyat di Bumi

image
The Drill
  
clip_image002Di gedung-gedung, kantor dan hotel selalu ada petunjuk bila terjadi kebakaran dimana ngumpul penghuninya dan rute jalan menuju titik berkumpul ini. Demikian pula di tempat-tempat wisata, selalu ada petunjuk arah evakuasi bila terjadi tsunami, letusan gunung berapi dlsb. Bila orang sudah terbiasa dengan petunjuk menghadapi resiko, justru tidak demikian dengan resiko yang teramat sangat besar – yaitu rangkaian peristiwa akhir zaman. Kemana kita akan mengungsi ketika Dajjal turun ? dimana kita seharusnya berada pada saat perang besar terjadi ?
clip_image004

Saat itu kita belum tentu ada, tetapi anak kita lebih berpeluang menghadapinya ketimbang kita, cucu kita lebih berpeluang menghadapinya ketimbang anak kita – begitu seterusnya setiap generasi berikutnya akan lebih mendekati resiko-resiko tersebut, karena akhir zaman pastinya semakin dekat bukannya semakin jauh.

clip_image006Maka menjadi kewajiban bagi kita untuk mem-pass-on message, meneruskan pesan agar masalah akhir zaman ini menjadi perhatian kita – bahkan lebih dari perhatian kita terhadap resiko-resiko seperti kebakaran, tsunami, letusan gunung api dlsb. tersebut di atas.

Nabi pernah berkhotbah seharian – dari habis subuh sampai menjelang magrib, dan juga pernah men-jama’ sholat untuk bisa menjesakan rangkian peristiwa akhir zaman ini dengan tuntas. Dalam berbagai kesempatan beliau juga menyisipkan pesan-pesan tentang akhir zaman, ini semua menunjukkan betapa pentingnya subject ini untuk menjadi perhatian umat akhir zaman ini.

Mempelajari dan mengingat subject akhir zaman ini bukan lantas membuat kita kehilangan semangat hidup dan apatis terhadap kehidupan, justru sebaliknya yang terjadi – semangat hidup yang luar biasa untuk bekerja dan beramal secara maksimal akan muncul bila kita mendalami subject ini dengan benar. Mengapa demikian ?

Di antara peristiwa akhir zaman adalah akan kembalinya Al-Quds ke tangan umat ini dan kekhalifahan Islam akan berpusat di sana. Saat ini Al-Quds dijajah oleh zionis Israel dengan dukungan sejumlah negerinegeri maju dengan segala macam kekuatan mereka, ekonomi, teknologi, persenjataan, politik dlsb.

Bukankah kalau kita mau mengalahkan mereka saat ini kita harus lebih di segala bidang tersebut ? Allah juga yang akan menentukan kapan kekuasaan itu akan dikembalikan ke tangan umat, namun dari sisi ikhtiar – kita juga harus berikhtiar secara maksimal di segala bidang agar kita bisa lebih unggul dari mereka saat ini.

Bisa jadi Al-Quds akan kembali ke umat tidak di era teknologi saat ini, tetapi di era pasca teknologi. Inipun mengharuskan kita menyiapkan diri dan anakcucu keturunan kita untuk perkasa di era itu, pandai naik kuda, memanah, berenang dan bahkan siap merangkak di atas salju. Kita akan merasakan betapa pentingnya segala persiapan dengan berbagai kekuatan dan skills tersebut untuk kita lengkapi pada diri dan anak cucu kita, mana kala kita bisa melihat dengan jelas tahap demi tahap yang akan kita hadapi ke depan.

Sama dengan sebuah pagelaran besar, setelah melakukan berbagai rangkaian latihan demi latihan sang organizer biasanya melakukan rehearsal atau gladi resik untuk melihat apakah persiapannya sudah sempurna atau ada yang perlu dilengkapi.

Dalam menghadapi resiko seperti kebakaran, tsunami, letusan gunung berapi dlsb – biasa dikenal konsep drill – yang intinya ya latihan plus rehearsal atau simulasi – bagaimana menghadapi situasi tersebut bila benar-benar terjadi.

Maka kitapun bisa membuat drill untuk diri kita saat ini, seberapa siap kita menghadapi peristiwa akhir zaman tersebut bila itu terjadi dalam waktu dekat. Kemungkinan ini selalu ada karena ketika ada yang bertanya ke Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam 1400 tahun lalu tentang kiamat ini, Allah memberi jawaban “…boleh jadi hari kiamat itu sudah dekat waktunya…” (QS 33:63)

Nah bagaimana kita membuat drill hari kiamat itu untuk kita saat ini ? saya beri contoh untuk beberapa kasus saja – karena peristiwa itu sendiri sangat kompleks. Yaitu yang terkait hadits yang memerintahkan kita bergabung dengan pasukan Al-Mahdi, meskipun harus merangkak di atas salju. Kemudian juga yang menyangkut tempat pasukan terbaik umat ini di bumi Syam, dan negeri yang aman dari fitnah Dajjal – Makkah dan Madinah (dalam hadits lain disebut juga Masjidil Aqsha dan Bukit Thursina).

Kalau kita melihat lokasi dari rangkaian peristiwa tersebut, kita akan melihat polanya – yaitu pola daerah yang akan menjadi center of gravity dari peristiwa akhir jaman, daerah yang menjadi ‘lokasi evakuasi kita’ dalam menghadapi resiko yang maha dahsyat tersebut.

Dari pola tersebut, bukankah kita tahu negeri yang paling memungkinkan kita bergabung dengan pasukan al-Mahdi atau mengungsi dari fitnah Dajjal adalah negeri Arab dan Bumi Syam tersebut di atas ? Kapan kita sebaiknya bisa ke sana ? Itulah diperlukan simulasi atau drill tadi, agar kita bisa melihat rute mana yang paling memungkinkan.
Kalau kita akan kesana setelah hadirnya Imam Mahdi, maka benar seperti yang disebutkan dalam hadits – besar kemungkinan kita akan merangkak di atas salju. Mengapa demikian ? inilah hasil drill-nya.
Dalam hadits disebutkan Imam Mahdi turun setelah tidak ada lagi perdagangan, setelah peristiwa fitnah besar dimana setiap 9 orang, 7 orang terbunuh. Kemungkinan ini adalah setelah Perang Dunia III, yang akan membunuh begitu banyak manusia dan meluluh lantakkan teknologi – era EMP (Electro Magnetic Pulse) dimana semua teknologi akan berhenti berfungsi.
clip_image002
Nah kalau kita atau anak cucu kita ingin menyusul bergabung dengan pasukan Al-Mahdi, saat itu kita perlu melakukan perjalanan darat melalui 10 negara yaitu dari negeri kita – ke Malaysia –Thailand –Myanmar- Bangladesh – India – Pakistan - Afganistan – Iran – Kuwait - Saudi Arabia.

Asumsinya kita punya cara menyebrang selat Sunda dan Selat Malaca (berenang ?), asumsinya kita dapat ijin dari negara-negara tersebut untuk melewati wilayahnya, asumsinya kita survive merangkak di gununggunung bersalju di Afganistan, asumsinya kita bisa membaca arah berdasarkan keberadaan gunung, sungai dan bintang – maka kita baru sampai ke Mekkah sekitar 100 hari berjalan tanpa henti, inipun masih ditambah asumsinya kita punya bekal di perjalanannya.

Jadi kita tahu betapa beratnya untuk sekedar melaksanakan perintah bergabung ke pasukan ini, bila kita lakukannya saat itu. Ada cara lain yang bisa kita tempuh selagi dunia masih relatif normal, perdagangan dan persahabatan masih terjadi – yaitu di jaman ini. Bagaimana caranya ?

Itulah melalui konsep hijrah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, dengan keimanan, dengan membangun persahabatan dengan daerah tujuan Hijrah dan dengan kemampuan berdagang.

Maka inilah drill yang kedua, bagaimana kita bisa membangun keimanan (karena kalau tidak yakin hari akhir itu bisa jadi sudah dekat – kita mungkin akan tetap hidup santai), kekuatan perdagangan dan jaringan persahahabatan – yang sedemikian rupa sehingga kita bisa hidup di mana saja yang kita kehendaki, selagi perjalanan di dunia bisa dilakukan dengan mudah.

Maka dengan melalui drill-drill semacam inilah kita bisa mensimulasikan secara lebih konkrit, rute mana yang kita tempuh yang paling memungkinkan bagi kita dan anak cucu kita persiapkan untuk selamat hingga akhir zaman. Kita butuh prestasi yang begitu menonjol secara global, agar kita bisa hidup dimana saja yang kita yakini terbaik untuk menghadapi rangkian peristiwa akhir jaman.

Kelihatannya berat ? Kalau dilakukan saja – just do it – insyaallah tidak akan terasa berat. Ini saya bayangkan mirip waktu saya kecil dahulu, ayah saya membuat drill atau simulasi – bahwa keluarga besar kita tidak akan bisa survive hidup di desa, kita tidak punya sawah cukup untuk dibagi ke 11 bersaudara. Lebih tidak ada yang dibagi lagi sampai ke generasi berikutnya.

Maka dia berpesan : “le, kamu harus sekolah yang tinggi – agar bisa jadi orang di kota !”, sekian tahun berlalu tanpa kita sadari – benar juga visi bapak kita. Setelah kita bisa menjadi orang di kota, kita tetap bisa bertani di mana saja – jauh lebih luas cakupannya , dibandingkan dengan yang terbayangkan saat itu.

Maka demikian pula seharusnya kita mendidik anak-anak kita sekarang, untuk menjadi generasi yang unggul sedemikian rupa – dalam berbagai bidangnya masing-masing, agar mereka unggul hidup di dunia pada jamannya. Bila mereka menjadi warga unggul dunia, dimanapun mereka berada – mereka bisa berbuat banyak melebihi yang kita bisa bayangkan saat ini.

Agar drill-drill semacam ini mudah digunakan dan diaplikasikan oleh umat saat ini, mumpung teknologi masih bisa kita gunakan saat ini – kita manfaatkan secara maksimal. Bayangan saya drill-drill ini bisa dibuat dalam bentuk apps, sehingga kita bisa membuat berbagai rute – jalan keselamatan yang kita bisa tempuh, membangun perbagai skills, membangun perdagangan dan persahabatan sebelum era itu tidak lagi berlaku (QS 14:31).
(Muhaimin Iqbal, Bos Geraidinar)

Berminat berdagang dengan modal kecil, bahkan dengan jangkauan ke luar negeri ?, bisa !, cermati disini.



 Menggalang Kebersamaan Ummat

























Sabar Terhadap Ujian Keimanan Manusia

clip_image002 clip_image004 clip_image006
Ketika Iman Diuji

imageKetika ada sahabat yang datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam minta obat untuk saudaranya yang sakit perut, Nabi memberinya madu. Hingga tiga kali sahabat ini datang karena saudaranya belum juga sembuh, Nabi tetap memberinya madu. Ketika sahabat ini mulai ragu karena sakit perut saudaranya tidak kunjung sembuh, Nabi menguatkan imannya dengan “…Allah pasti benar, perut saudaramu yang bohong…”. Dan setelah terapi madu ini diteruskan - saudaranya memang sembuh, begitulah antara lain iman itu senantiasa diuji.

Allah menjanjikan madu itu sebagai obat (QS 16:69) – Dia Yang Maha Tahu dan Dia pula yang bisa menyembuhkan penyakit, pastilah janjinya benar – bahkan ketika perut kita mengatakan sebaliknya. Maka benar apa yang dikatakan oleh Siti Aisyah, istri Nabi dan putri dari sahabat terbaik Nabi : “ …seorang tidak bisa dikatakan benar-benar beriman, sampai dia lebih percaya kepada Allah melebihi apa yang ada di genggaman tangannya, melebihi apa yang bisa dilihat (oleh matanya) di genggaman tangannya…”.

Bahkan Allah sendiri yang memberitahu kita bahwa iman kita pasti diuji : “ Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan : “Kami telah beriman” dan mereka tidak diuji ?” (QS 29:2)

Bila tidak ada ujian, maka tidak bisa diketahui siapa yang lulus dan siapa yang tidak – hanya dengan melalui berbagai ujian akan bisa diketahui siapa yang akan lulus dari siapa yang tidak. Dan ujian biasanya baru muncul ketika kita berusaha naik kelas, kalau puas di kelas yang ada atau bahkan turun kelas semua orang juga bisa karena tidak perlu ujian.

Rangkaian ujian-ujian inilah yang barangkali belum berhasil kita lalui yang membuat negeri ini memiliki ketahanan pangan yang lemah misalnya. Allah menjanjikan berkah dari langit dan dari bumi, jika sekiranya penduduk negeri ini beriman dan bertakwa (QS 7:96) – bila kenyataannya tidak demikian, maka bukan janji Allah yang tidak benar tetapi syaratnya yang belum kita penuhi.

Lantas bagaimana kita bisa rame-rame naik kelas menjadi penduduk negeri yang beriman dan bertakwa – sehingga berlaku janji Allah akan keberkahan dari langit dan dari bumi ? ya caranya mau melalui ujian rame-rame, sampai sebagian besar nantinya bisa lulus.

Saya tidak memberi contoh soal ujian yang berat-berat seperti penegakan syariat Islam dlsb. Kita mulai yang sederhana saja dahulu, baru secara bertahap nanti ke tingkat yang lebih sulit dan seterusnya. Saya mulai dari contoh yang sederhana tentang makanan makanan kita misalnya, Kita divonis oleh Allah belum melaksanakan perintahNya (QS 80:23), maka kita disuruh memperhatikan makanan kita (QS 80:24). Gara-gara kita tidak memperhatikan makanan kita ini, tahun lalu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memvonis 12 perusahaan ayam melakukan kartel.

Mengapa urusan ayam – yang merupakan sumber protein hewani terbesar – dari 260 juta penduduk ini , hanya dikuasai mayoritasnya oleh segelintir pemain tersebut di atas ? Tidak sepenuhnya salah mereka, sebagiannya juga karena salah kita. Kesalahan kita adalah kita diam dan membiarkan itu terjadi, kita tidak melaksanakan perintahNya di rangkaian ayat 23-24 dari surat ‘Abasa tersebut di atas.

Pertanyaan berikutnya adalah mengapa kita lebih banyak diam ? ya karena beratnya ujian yang akan kita tempuh bahkan ketika kita mau mulai mengamalkan perintahNya tentang makanan ini saja, itulah sebabnya mayoritas kita tidak naik kelas – lha wong ikut ujian saja tidak mau, mayoritas kita tidak mau memperhatikan makanan kita maka makanan kita dikuasakan ke orang lain.

Kalau kita berusaha mengamalkan perintahNya yang satu ini saja sebagai proses pembelajaran pengamalan iman, insyaAllah kita sudah akan bisa terbebas dari cengekaraman kartel ayam.

Tetapi untuk mengamalkan yang inipun – jangan dikira itu mudah – karena kita pasti diuji seperti janjiNya tersebut di atas. Ketika kami mencoba menanam biiji-bijian (QS 80:27), kemudian juga menggunakan sebagiannya untuk pakan ternak kita (QS 32:27) agar diperoleh pakan ternak yang murah – tidak serta merta ini bisa langsung jalan di lapangan.

Tanaman biji-bijian kita diserang berbagai hama mulai dari burung sampai tikus, ketika sudah panen dan ditumbuhkan menjadi fodder-pun tidak serta merta ternak kita baik kambing, domba maupun ayam langsung doyan. Ujian yang seperti inipun sudah akan cukup untuk menghentikan mayoritas upaya kita dari terus ‘memperhatikan makanan kita’ seperti yang diperintahkanNya tersebut di atas. Itulah sebabnya pula sekian ratus orang belajar berternak dan bertani bareng kami selama delapan tahun terakhir, amat sangat sedikit yang terus istiqomah mengamalkannya – karena yang dihadapi di “…genggaman tangannya – yang dilihat oleh matanya…” adalah berbeda dengan janji-janji Allah tersebut di atas.

Kalau saja kita bisa belajar dari sahabat Nabi yang terus mengobati saudaranya dengan madu, kalau saja kita bisa belajar dari Siti Aisyah yaitu lebih percaya kepada Allah dari apa yang ada di genggaman dan bisa dilihatnya – maka insyaAllah kitapun akan bisa sampai seperti yang dijanjikanNya – entah kapan ! Saat itu insyaallah kita akan memenuhi standar iman dan takwa, sehingga berlaku janjiNya – yaitu dilimpahkanNya berkah dari langit dan dari bumi. Contoh konkritnya seperti apa ?

Kembali ke contoh ayam di atas, karena penguasaan bibit ayam dan pakannya ada pada orang lain – beternak ayam bagi rakyat adalah sesuatu yang sangat berat. Bibit dibeli mereka dengan harga di kisaran Rp 4,000 – Rp 6,000,-, dan pakanpun dibeli dari sumber-sumber yang kurang lebih sama karakternya di kisaran Rp 6,000,- s/d Rp 7,000 tergantung lokasi.

Satu ekor ayam membutuhkan pakan sekitar 3 kali berat badannya dari lahir sampai dipanen. Jadi kalau pakannya saja Rp 6,000,- s/d Rp 7,000,- , maka untuk ongkos pakan saja sudah sampai Rp 18,000 s/d 21,000 per ekor ayam. Ditambah bibit dan ongkos tenaga kerja, ayam pedaging harganya sekitar Rp 35,000 di tingkat peternak; telur di kisaran Rp 17,000 /kg untuk BEP.

Nah sekarang bagaimana kita bisa membebaskan diri dari kartel ayam tersebut dengan pengamalan perintahNya untuk memperhatikan makanan kita (QS 80:24) ?, kalau kita mulai menanam biji-bijian sendiri (QS 80:27) – cost produksi biji bijian seperti sorghum atau jagung misalnya, itu sekitar Rp 2,500/kg. Bila kita jual ke peternak dengan margin 20 % misalnya, maka harga biji-bijian yang kita tanam sendiri di sekitar lokasi peternak – itu hanya Rp 3,000,-. Ini kurang dari separuh dari harga pakan pabrik di atas.

Kita lanjutkan exercise kita, biji-bijian tersebut tidak langsung kita kasihkan ke ternak ayam kita. Kita kecambahkan dahulu, maka minimal per kg biji-bijian dapat menghasilkan 3 kg pakan berupa kecambah. Bukan hanya beratnya bertambah, biji-bijian yang dikecambahkan juga meningkat nutrisinya. Protein bertambah, serat bertambah, kwalita nutrisi secara keseluruhan lebih mudah diserap oleh tubuh si ayam – walhasil kwalitas daging maupun telur insyaallah juga meningkat.

Lebih dari itu biaya pakan per kg-nya tinggal Rp 3,000 (harga berupa biji) dibagi tiga yaitu tinggal Rp 1,000/kg (setelah menjadi kecambah). Bila ayam sampai dipanen butuh waktu lebih lama sekalipun – misalnya menjadi butuh pakan 4 kali dari berat badannya ketika panen, maka ongkos pakan dari lahir sampai panen hanya Rp 4,000,-. Setelah ditambah biaya bibit , tenaga kerja dlsb. harga ayam di tingkat peternak bisa turun tinggal Rp 25,000 dan peternaknya masih untung lebih besar. Harga telur tinggal Rp 10,000 dan peternaknya juga masih untung lebih besar pula.

Inilah bentuk keberkahan itu, keberkahan bukan zero-sumgame dimana bila ada yang untung - pasti ada yang dirugikan. Bila bumi ini berkah, maka petani untung para konsumen-pun juga untung – secara keseluruhan penduduk negeri ini akan diuntungkan.Lalu mengapa kita tidak berusaha sekuat tenaga untuk mencapai keberkahan dari langit dan dari bumi dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan ? jawabannya adalah karena ketika kita menuju kesana, ujian demi ujian akan berdatangan silih berganti. Siapkah kita untuk diuji ? Wa Allahu A’lam. (Muhaimin Iqbal, BOS Geraidinar)

Kekuatan kita tidak terletak dari besarnya modal, namun dengan kebersamaan, apabila dapat menilai seberapa besar kapasitas anda untuk dapat berkolaborasi dalam menggalang kebersamaan silahkan pertimbangkan, pratinjau.

Sistem  Syari'ah
Dengan menggalang kekuatan berdagang ini diharapkan umat muslim dapat mengelola pasarnya sendiri dan dapat membebaskan diri dari riba. Apakan kita akan berdiam diri setelah memahami dampak buruk riba seterang siang hari. Setelah datang petunjukNya yang begitu jelas, apakah kita hendak melanggengkan sistem ribawi dalam pengelolaan ekonomi kita ?
























Dibalik Kenaikan Harga Sembako Yang Terus Menerus

clip_image002   clip_image004   clip_image006

Riba Yang Mengambil Makanan Kita

Bila hari-hari ini harga cabe , daging dan bahan makanan lainnya melonjak – siapa yang paling pantas disalahkan ? Saya menyalahkan riba ! Kok bisa ? Bagaimana riba menyebabkan harga pangan melonjak ? inilah kesempatan bagi kita untuk bisa memahami dampak buruk riba seterang siang hari. Dampak itu begitu langsung dan nyata bukan hanya sekedar teori, maka setelah datang petunnjukNya yang begitu jelas itu – apakah kita masih hendak melanggengkan system ribawi dalam pengelolaan ekonomi kita ?

Untuk memahami dampak buruk riba pada melonjaknya harga pangan secara mudah, saya uraikan secara ringkas melalui tiga poin berikut. Poin pertama yang kita pelajari sejak kita belajar ekonomi di tingkat sekolah menengah dahulu, harga dibentuk oleh mekanisme supply and demand. Ketika supply terbatas sedangkan demand tinggi, pasti harga melonjak.

Demand kita terhadap daging selalu tinggi karena penduduk kita besar dan mayoritasnya ingin bisa makan daging, demand cabe juga tinggi karena begitu banyak menu masakan kita yang enak-enak membutuhkan rasa pedas. Di sisi supply cenderung terbatas karena tidak banyak yang mau beternak, yang mau bertani, menanam cabe dlsb.

Poin kedua mengapa orang enggan beternak dan bertani ? beternak dan bertani adalah usaha yang beresiko relatif tinggi, sementara hasilnya tidak tinggi-tinggi amat. Bila Anda beternak atau bertani dengan hasil 15 %-20% per tahun misalnya, maka itu sudah sangat bagus. Kalau untuk usaha ini Anda harus berbagi dengan pemodal 50/50 misalnya, maka Anda mendapatkan hasil 7.5% -10% dan demikian pula pemodal Anda. Menarikkah hasil sekitar 7.5 % -10% ini bagi Anda yang hendak bertani atau investor Anda yang mendapatkan hasil bersih yang sama ?

Inilah poin ketiga dimana riba berperan, dengan hasil yang 7.5% - 10 % sekalipun – investor kebanyakan belum akan tertarik, mengapa ? Karena mereka akan bandingkan investasinya dengan investasi yang aman dan dijamin oleh pemerintah dan rakyatnya, yaitu investasi deposito yang dengan mudah memberikan hasil di kisaran 6 % tanpa resiko !

Investor kebanyakan akan dihadapkan pada pilihan hasil pertanian 7.5% - 10 % tetapi beresiko, atau menaruh uang di bank saja memberikan hasil di kisaran 6 % tetapi tidak beresiko. Pilihan kebanyakan orang yang memiliki uang apa kira-kira ? Mayoritas mereka akan memilih menaruh uangnya di bank saja yang tanpa resiko !

Maka dengan 3 poin tersebut Anda sudah akan bisa melihat begitu gamblang bagaimana riba memenangkan persaingan, melawan produksi pertanian dalam meraih hati kebanyakan orang yang memiliki uang. Melalui proses seperti inilah riba mengambil sumber-sumber makanan kita.
Mungkin akan timbul pertanyaan bagi Anda, bagaimana dengan negara-negara lain ? bukankah mereka juga negara-negara ribawi ? Kok mereka bisa survive dengan pertaniannya sampai bisa meng-ekspor produksinya ke kita ?

Riba juga ada di negara-negara pengekspor hasil pertanian ke kita, dan hasil pertaniannya sebenarnya juga tidak terlalu jauh dengan hasil pertanian di negeri kita. Yang membedakannya adalah suku bunga deposito di negara-negara mereka rata-rata sangat rendah dibandingkan tingkat suku bunga deposito di negeri kita.

Perhatikan pada grafik dibawah ini, Anda akan bisa memahami bahwa seluruh negeri pengekspor bahan pangan ke Indonesia berada di sisi kanan dari posisi Indonesia – artinya suku bunga deposito perbank-an mereka jauh lebih rendah dari kita.
clip_image004
Amerika mengekspor kedelai ke kita, suku bunga deposito mereka hanya sekitar 1.35 % per tahun rata-rata. Artinya kalau petani kedelai mereka menghasilkan return bersih sama dengan kita 7.5 % - 10% pun orang sudah akan mau invest di kedelai.
Belanda suku bunga deposito rata-rata hanya 0.05 %, artinya kalau peternak susunya bisa memberikan hasil 5 % saja pertahun – itu sudah 100 x lebih besar dibandingkan bunga deposito mereka, maka peternak sapi susu mereka tidak ada kesulitan untuk mengumpulkan modal.
Australian dan New Zealand tingkat suku bunga depositonya di kisaran 3% - 3.5%, artinya kalau peternak sapi pedaging mereka menghasilkan hasil bersih 7.5 % saja bagi investornya, itu sudah lebih dari dua kali lipat dari suku bunga deposito perbankan mereka.
Dari sini kita bisa melihat polanya dengan jelas bahwa seluruh negara-negara yang berhasil mengalahkan kita dalam perdagangan bahan pangan adalah negara-negara di posisi kanan kita pada grafik tersebut di atas – yaitu negara-negara yang tingkat suku bunga perbankannya lebih rendah dari kita.

Bayangkan bila negara yang masih menggunakan system riba – tetapi dengan tingkat bunga yang lebih rendah saja sudah dapat dengan mudah mengalahkan negara yang tingkat suku bunganya lebih tinggi, apalagi negara yang tanpa riba – pasti dia bisa mengalahkan kekuatan ekonomi negara-negara lainnya yang masih menggunakan riba.

Maka inilah peluang kita sesungguhnya, bukan hanya mencukupi kebutuhan makanan dalam negeri dengan harga yang terjangkau – lebih dari itu bila bisa menghilangkan riba kita akan bisa unggul dalam produksi dan perdagangan bahan pangan dibandingkan negara-negara lain yang masih menggunakan riba.

Meskipun peran riba yang begitu nyata dalam menghancurkan ekonomi persis seperti yang dingatkanNya langsung (QS 2:275-279), ironinya di negeri yang mayoritas muslim ini – saya belum pernah mendengar satupun (calon) pemimpin daerah maupun pusat, muslim maupun non muslim, daerah istimewa maupun yang tidak istimewa – belum pernah ada yang mencanangkan untuk menghilangkan riba sebagai programnya untuk memakmurkan rakyatnya.

Mestinya sekaranglah waktunya umat ini untuk memilih pemimpinnya dengan benar, yaitu dengan menyodorkan kontrak kerja terhadapnya – bahwa bila mereka bener-bener terpilih nanti, mereka harus memiliki program untuk menghilangkan riba di wilayahnya – karena itulah satusatunya jalan untuk menghadirkan kemakmuran yang sesungguhnya bagi negeri ini. (Sumber : Muhaimin Iqbal, Bos Geraidinar).

Berteori saja tanpa tindakan tidak akan merubah apapun, kita akan terus terpuruk, kini saatnya bertindak, dengan kemampuan yang kita miliki, mulai dari diri kita dulu, kita merupakan bagian dari terbentuknya masyarakat, kekuatan riba yang membanjiri kehidupan kita sangatlah kuat, apalagi dengan investasi yang aman dan dijamin oleh pemerintah dan rakyatnya, yaitu investasi deposito yang dengan mudah memberikan hasil di kisaran 6 % tanpa resiko !

Satukan kekuatan, bila anda dapat melihat kapasitas anda disana, anda dapat bergabung dan menjadi bagian dari mereka. Telusuri ...